Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga pemeringkat Moody's memprakirakan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali ke level prapandemi yakni 5 persen.
Hal tersebut disampaikan dalam laporan Moody's yang dikutip oleh Bank Indonesia (BI). Dalam laporan tersebut, Moody's kembali mempertahankan sovereign credit rating Indonesia pada peringkat Baa2.
"Untuk dua tahun ke depan, Moody's memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali kepada level sebelum pandemi yaitu mencapai 5 persen," tulis BI dalam siaran resmi, dikutip Bisnis, Sabtu (12/2/2022).
Moody's juga menyampaikan bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan tersebut lebih tinggi dari negara-negara lain yang turut mendapatkan peringka Baa. Rata-rata pertumbuhan pada negara tersebut diprakirakan sebesar 3,7 persen.
Proyeksi pertumbuhan tersebut dinilai berkat berbagai reformasi struktural baik melalui Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Dari sisi fiskal, Moody's memperkirakan beban utang Pemerintah masih akan meningkat ke level 42,5 persen dari PDB pada 2023. Namun, level itu masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang berada pada peringkat Baa, yaitu 64 persen dari PDB.
Baca Juga
"Selain itu, Moody's melihat kemampuan membayar utang Pemerintah, serta porsi pinjaman dalam mata uang asing, masih memberikan risiko terhadap kondisi fiskal," demikian dikutip oleh Bisnis.
Menurut Moody's, strategi normalisasi kebijakan moneter dan fiskal yang ditempuh bank sentral dan pemerintah merupakan dasar terjaganya kredibilitas kebijakan. Dukungan BI dalam pembiayaan defisit fiskal telah membantu terjaganya stabilitas pasar surat berharga pemerintah sekaligus memberikan ruang alokasi anggaran untuk belanja Pemerintah yang lebih produktif.
Adapun, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2022 bisa di atas 5 persen yakni 5,2 persen. Pemerintah juga merencanakan belanja negara sebesar Rp2.417,2 triliun dengan pendapatan ditargetkan sebesar Rp1.846,1 triliun. Dengan demikian, defisit direncanakan sebesar Rp868 triliun atau 4,85 persen terhadap PDB.