Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Minimnya Kapal Tongkang Jadi Kendala Genjot Ekspor Batu Bara

Minimnya ketersediaan kapal pengangkut batu bara ke berbagai tujuan terjadi sepanjang pandemi Covid-19.
Alat stacker-reclaimer batu bara milik PT Bukit Asam Tbk. (PTBA)/Bisnis - Aprianto Cahyo Nugroho
Alat stacker-reclaimer batu bara milik PT Bukit Asam Tbk. (PTBA)/Bisnis - Aprianto Cahyo Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pemasok Batubara dan Energi Indonesia (Aspebindo) mengakui terbatasnya kapal tongkang untuk ekspor menjadi kendala dalam pemenuhan ekspor tahun ini.

Ketua Umum Asosiasi Pemasok Batubara dan Energi Indonesia (Aspebindo) Anggawira mengatakan bahwa minimnya kapal pengangkut batu bara ke berbagai tujuan terjadi sepanjang pandemi Covid-19. Kondisi ini membuat ekspor batu bara ke berbagai negara pengimpor tidak dapat serta merta dipenuhi.

Padahal pemerintah telah merencanakan ekspor tahun ini mencapai 487,50 juta ton hingga akhir tahun 2021. "Dengan harga tinggi, pasti everyone pengen ekspor ya. Tapi seperti kendala kemarin kan dari sisi logistik ketersediaan dari angkatan cukup terbatas," katanya kepada Bisnis, Senin (29/11/2021).

Berdasarkan mineral one data Indonesia (MODI), Kementerian ESDM merencanakan ekspor 487,50 juta ton. Akan tetapi realisasi ekspor batu bara batu 54,24 persen atau hanya 264,43 juta ton hingga saat ini.

Anggawira juga meminta pengusaha pertambangan untuk tidak meninggalkan kewajiban pemenuhan pasokan untuk pasokan dalam negeri. Pengusaha berkewajiban memenuhi minimal 25 persen dari total produksi batu bara untuk pasar domestik. 

"Market domestic juga dari target suplai masih banyak belum terpenuhi. Jadi saya rasa dikembalikan kepada masing-masing perusahaan. Kan ada kewajiban dalam konteks domestik yang harus dipenuhi juga. Jadi kita sih mengarahkan tetap ada keseimbangan antara ekspor dan dalam negeri," kata Anggawira. 

Beberapa waktu lalu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia sempat memperkirakan produksi harga batu bara tidak akan memenuhi rencana 625 juta ton hingga akhir tahun.

Kondisi ini disebabkan oleh sejumlah faktor utama. Beberapa diantaranya adalah cuaca buruk di area pertambangan dan masih terbatasnya alat berat di area pertambangan. Alhasil produksi baru bara masih sulit mencapai target.

"Untuk produksi akhir tahun mungkin tidak mencapai target 625 juta ton. Ini cuma proyeksi saja. Mungkin pihak lain punya pandangan berbeda," ujar Hendra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper