Bisnis.com, JAKARTA – PT PLN (Persero) membutuhkan pendanaan hingga US$500 miliar atau Rp7,15 kuadriliun untuk pengembangan proyek energi hijau.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN Sinthya Roesly menjelaskan, opsi dan sejumlah instrumen akan dikeluarkan perusahan setrum itu untuk mempercepat proyek dekarbonisasi.
Pertama, green bonds atau obligasi hijau. Hasilnya akan secara eksklusif diterapkan untuk membiayai kembali proyek dengan manfaat lingkungan yang jelas.
Kedua, social bonds. Pendanaan ini akan dimanfaatkan PLN untuk menjalankan proyek-proyek strategis yang berdampak langsung pada masyarakat, dan memitigasi persoalan sosial masyarakat.
Ketiga, sustainability bonds yang diterapkan secara eksklusif untuk membiayai kembali kombinasi proyek hijau dan sosial.
“PLN berkomitmen untuk memanfaatkan pendanaan ini semaksimal mungkin dengan sistem pengawasan berkelanjutan dan juga melakukan pelaporan dana yang diserap secara berkala,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (2/11/2021).
Baca Juga
Sinthya menjelaskan, pendanaan hijau tersebut bukan yang pertama bagi PLN. Perseroan telah berhasil menerbitkan green loan atau pinjaman hijau senilai US$500 juta pada 23 Desember 2020. Pendanaan itu pun dimanfaatkan oleh PLN untuk menyelesaikan dua proyek PLTA dan 5 proyek PLTP.
“Ini semua kami kerjakan, meski dalam kondisi pandemi Covid-19 sebagai bukti komitmen kami,” tambahnya.
Sinthya menyebut, penerbitan green loan itu bahkan dijamin oleh Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) Bank Dunia. Pendanaan hijau tersebut 95 persen dijamin oleh MIGA Bank Dunia dan berlangsung selama 5 tahun.
Bank Dunia mendukung PLN melalui program yang berjudul Non-Honouring of Financial Obligation oleh Badan Usaha Milik Negara (NHFO-BUMN), ungkapnya.
PT PLN (Persero) meneken nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan Asian Development Bank (ADB) dalam upaya menekan emisi karbon dan mencapai karbon netral pada 2060.
MoU tersebut ditandatangani langsung oleh Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini dan Director General Southeast Asia Department ADB Ramesh Subramaniam di sela kegiatan COP26 di Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11/2021) malam waktu Indonesia.
Kerja sama tersebut meliputi studi kelayakan penuh yang mencakup aspek teknis dan finansial dari pengurangan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Kemudian evaluasi struktur ETM, mencari program atau mekanisme lain yang sesuai, serta merancang program bantuan teknis transisi.