Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) memperkirakan akan ada limpahan pesanan produk garmen secara signifikan dari Vietnam yang saat ini tengah lockdown.
Namun, kondisi ini juga tak lepas dari tantangan. Pasalnya, selain lockdown di Vietnam menyebabkan penutupan pabrik-pabrik, China yang memasok bahan baku tekstil dan produksi tekstil (TPT) Indonesia, saat ini tengah memangkas produksi.
Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan impor bahan baku dari China mencapai 40 persen, sehingga pemangkasan produksi di negara itu akan berdampak ke ekspor Indonesia. Adapun, kebijakan pemangkasan produksi di China terkait dengan pengendalian energi menuju target nol emisi.
"Akan ada limphanan [pesanan], tetapi di sisi lain, kami akan agak kesulitan karena bahan baku dari China," kata Redma kepada Bisnis, Rabu (29/9/2021).
Redma menjelaskan, selain ke Indonesia, limpahan pesanan dari Vietnam kemungkinan akan diterima negara-negara dengan basis bahan baku yang kuat seperti India, Bangladesh, atau Turki untuk pasar Eropa.
Namun, Indonesia kemungkinan akan menerima limpahan pesanan dari pasar Amerika Serikat yang sebelumnya dipenuhi oleh Vietnam. Pasalnya, persyaratan produk bahan baku untuk pasar AS tidak seketat di Eropa.
"Kalau yang langsung ke Amerika, limpahannya akan langsung ke Indonesia. Bisa pakai bahan baku lokal meskipun [suplai dari] China berkurang," ujarnya.
Peluang lain, jika pesanan untuk pasar Eropa terlimpah ke India atau Turki, Indonesia kemungkinan dapat memasok bahan bakunya. "Kita bisa suplai bahan bakunya, misalnya rayon, India masih kurang," ujarnya.
Redma memperkirakan dampak limpahan pesanan ini akan bertahan sampai akhir tahun, meski juga bergantung pada pembatasan di Vietnam dan kebijakan energi di China.