Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah persoalan teknis mendasar ternyata masih menjadi faktor yang masih memengaruhi efisiensi kinerja bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok setelah pemberantasan pungutan liar.
Pakar Maritim dari Institut Teknologi Sebelas November Surabaya (ITS) Saut Gurning menjelaskan selama ini ada persoalan mendasar yang belum terselesaikan di pelabuhan Tanjung Priok yakni adanya ketimpangan kinerja dan kapasitas layanan di terminal atau pelabuhan. Khususnya saat pagi-siang dan malam hari antara shift 1-2 dan shift 3.
Saat ini, secara rerata lebih banyak frekuensi bersandar di malam hari dibandingkan dengan pada siang hari. Hal ini didukung oleh banyak kebijakan kota yang membatasi gerak angkutan barang masuk-keluar kota yang dipengaruhi densitas pergerakan dari dan ke pelabuhan. Alhasil, kegiatan pengangkutan pun dilakukan banyak malam hari.
“Dampaknya memang kinerja malam dan pagi-siang menjadi berbeda. Di malam hari ada intensitas antrian yang tinggi dibanding malam hari. Mungkin tingginya level antrian ini yang menimbulkan perilaku tidak mengikuti first-in-first service sepertinya ya,” katanya, Senin (21/6/2021).
Dalam kasus di Jakarta International Container Terminal (JICT), kendati para pengemudi truk sudah didukung oleh sistem, nomor kabin, pengamanan petugas keamanan termasuk batas maksimum waktu untuk terima kontainer (receiving & stacking) memakan waktu 85 menit. Hal ini juga terjadi untuk kontainer impor (pick-up delivery) yang memerlukan waktu hingga 109 menit.
“Walau kinerja reratanya mungkin cukup baik. Yang seharusnya 85 menit menjadi 72 menit [untuk ekspor]. Lalu untuk importasi dari 117 menit menjadi 109 menit. Plus proses pembayaran sudah online semua sejak awal Juni ini. Namun potensi pungli secara faktual tetap terjadi,” imbuhnya.
Baca Juga
Faktor pendorongnya, jelasnya, memang karena ketidakseimbangan operasi di dalam terminal antara shift padat dan shift lenggang. Khususnya pola antrean truk yang tidak seimbang yang menstimulasi perilaku mengubah pola antrian melalui insentif ilegal di lapangan.
“Apalagi para operator yang diciduk dari 38 tango [RTG] tidak dapat menjadi bagian pengendalian operasi JICT. Jadi memang bila hal ini terus terjadi akhirnya dilihat sebagai peluang untuk terjadinya aksi sogok atau pungli untuk menghindari proses antrean panjang itu mungkin ya,” bebernya.
Dia pun lantas menyimpulkan ketidakseimbangan trafik sandar kapal dan aliran kedatangan truk di pelabuhan perlu menjadi evaluasi penting berbagai pelaku usaha pelayaran, operator terminal, forwarder, depo, dan operator truk.
Di luar masalah teknis dan operasional, masih ada masalah sosial yang merupakan ekses negatif tidak baiknya hubungan tata ruang pelabuhan dan kota. Dia berpendapat jika ada akses darat (jalan) langsung dan terdedikasi dari dan ke pelabuhan, persoalan aksesibilitas di darat dan pelayaran ini bisa dapat teratasi.
Sementara itu, Direktur Utama PT Jakarta International Container Terminal (JICT) Ade Hartono membantah lambatnya proses layanan bongkar muat pasca pemberantasan pungli. Dia telah meminta kepada para sopir truk agar tak memberikan uang tips kepada operator. Menurutnya, tanpa uang tips, JICT tetap memberikan pelayanan bongkar-muat.
Dia pun memaparkan proses bongkar muat-barang di JICT untuk impor harus tuntas dalam waktu 117 menit. Praktiknya, kata dia, selama ini proses bongkar-muat rata-rata tuntas dalam waktu 109 menit.
“Jadi kalau ada truk impor butuh waktu 1 jam -2 jam wajar. Pada waktu peak bisa lama lagi, karena dari gate ke lapangan itu butuh waktu. Truk nggak bisa ngebut. Kemudian untuk mencari kontainer dulu, kalau posisinya di bawah maka harus memindah. Maka standar kerja 117 menit," jelasnya.
Di sisi lain, sambungnya, untuk proses bongkar-muat kontainer barang ekspor dilakukan dengan standar 85 menit. Dalam aktivitasnya, kata Budi, rata-rata bisa diselesaikan dalam waktu 72 menit.
"Proses masuknya truk punya pola dimana weekend lebih banyak, karena pada weekday eksportir di pabrik. Kemudian weekend masuk pelabuhan jadi numpuk. Maka tidak tertutup kemungkinan terjadi penumpukan pada weekend tapi masih bisa kami kelola," imbuhnya.