Bisnis.com, JAKARTA - Industri seafood dunia pada dekade terakhir mengalami akselerasi pertumbuhan dan perkembangan yang kian pesat dan mengarah pada terjadinya konsentrasi ekonomi dan ketimpangan yang bertolak belakang dengan semangat serta tujuan pembangunan perikanan berkelanjutan yang berkeadilan.
Fenomena ini memberikan tantangan, peluang dan sekaligus ancaman bagi masa depan industri perikanan di Indonesia.
Nilai ekonomi industri seafood dunia mencapai US$276 miliar dan berada di bawah industri offshore eksplorasi dan produksi minyak dan gas serta jasa konstruksi dan peralatan maritim yang terkonsentrasi pada sembilan korporasi transnasional raksasa, yaitu Maruha Nichiro, Nippon Suisan Kaisha, Dongwon Enterprise, Mowi, Thai Union, Mitsubishi Corporation, OUG Holding, Austevoll Seafood, dan Trident Seafoods.
Para korporasi tersebut berbasis di lima negara yaitu Jepang, Korea Selatan, Thailand, Norwegia, dan Amerika Serikat. Konsentrasi nilai ekonomi ini menggambarkan dua situasi yang sedang terjadi pada perikanan dunia.
Pertama, proses penghisapan dan mengalirnya sumberdaya ikan dari negara-negara yang memiliki kekayaan sumber daya ikan yang besar ke negara-negara yang sumberdaya ikannya terbatas dan menipis. Kedua, kompetisi memperebutkan perolehan nilai ekonomi sumberdaya ikan antar negara-negara di dunia bersama korporasi industri seafood-nya.
Persaingan industri seafood dunia dipengaruhi oleh geopolitik negara-negara yang berada di tiga kawasan yang menjadi pusat perdagangan ikan dunia, yaitu Asia, Eropa, dan Amerika.
Perebutan sumberdaya ikan global terbagi dalam empat kekuatan. Pertama, China sebagai negara produsen dan penangkap ikan terbesar di dunia yang memainkan peran ganda sebagai prosesor, eksportir, importir sekaligus konsumen ikan terbesar dunia.
Kedua, Jepang, AS, Norwegia, Thailand, dan Vietnam sebagai negara produsen dan penangkap ikan dengan jumlah produksi ikan berkisar 1,5 juta ton—4,7 juta ton per tahun. Kelompok kedua ini sebagai prosesor, importir ikan sebagai bahan baku dan eksportir produk jadi industri seafood serta memiliki korporasi industri seafood skala besar dan transnasional yang mengendalikan pasar seafood dunia.
Ketiga, Indonesia dan Peru sebagai negara produsen dan penangkap ikan dengan jumlah produksi 6—7 juta ton per tahun. Kedua negara memiliki kesamaan sebagai negara produsen ikan terbesar kedua dan ketiga di dunia tetapi industri seafood-nya belum menjadi pemain utama di pasar global.
Demikian juga industri penangkapan ikannya belum banyak berkiprah di zona ekonomi eksklusif (ZEE). Sumberdaya ikan Peru di ZEE Pasifik Tenggara di dieksploitasi oleh korporasi industri seafood transnasional negara lain seperti Austevoll Seafood Group (Norwegia). Pasar produk fishmeal dan fish oil dunia juga didominasi oleh China, Norwegia, Belanda, Inggris, Jepang, dan AS.
Keempat, Kiribati, Papua New Guinea, Federasi Mikronesia, Kepulauan Marshall dan Solomon sebagai negara kepulauan, produsen, dan penangkap ikan di Samudera Pasifik. Namun mereka bukan sebagai pemeran utama dalam penangkapan ikan di ZEE. Produksi ikan dari negara-negara kepulauan hanya 4,19% dari total produksi ikan di Samudera Pasifik.
Demikian juga armada kapal ikan yang beroperasi di ZEE hanya 13 persen dari total armada kapal ikan di Samudera Pasifik dan 87 persen sisanya merupakan armada kapal China, Taiwan, Korea Selatan, Panama, Filipina, dan AS.
Untuk membangun dan menumbuhkan industri seafood nasional yang mendunia serta mampu memberikan kontribusi yang besar, penopang dan penggerak pembangunan ekonomi nasional diperlukan kesungguhan dan kemauan politik negara dan juga loyalitas kuat dari para pelaku usaha perikanan.
Indonesia perlu merumuskan kebijakan penting berupa revolusi industri seafood dengan menetapkan industri ini di level strategis nasional yang diharapkan mampu menyerap minimal 10 persen dari total angkatan kerja nasional.
Pengembangan industri seafood nasional juga diharapkan mampu mendongkrak penerimaan negara dari sumber daya alam perikanan sebesar Rp26 triliun per tahun atau 10 persen dari capaian nilai produksi perikanan yang didukung oleh kekuatan armada perikanan rakyat dengan inovasi, teknologi serta sarana dan prasarana yang modern dari usaha penangkapan dan budidaya.
Transformasi pembangunan perikanan perlu diwujudkan dengan reformasi kepemilikan kapal ikan melalui kebijakan redistribusi yang mendorong BUMN dan koperasi perikanan berperan lebih besar dalam industri penangkapan ikan dan budidaya perikanan serta menjadi penyokong utama pembangunan industri seafood nasional.
Tak kalah penting, diperlukan keterpaduan dan sinergi lembaga riset, inovasi dan universitas dalam mengembangkan produk seafood unggul berbasis spesies ikan domestik yang bernilai ekonomi tinggi sekaligus memperkuat kemandirian, penciptaan pasar baru yang berorientasi ke dalam dan keluar negeri.
Pelabuhan perikanan yang jumlahnya sekitar 900 di seluruh wilayah Indonesia juga mendesak direvitalisasi agar dapat berperan secara nyata dalam menumbuhkan industri seafood nasional yang tangguh dan berperan di pasar global.