Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom senior Faisal Basri menyampaikan analisisnya terkait dengan utang PT PLN (Persero) yang hampir Rp500 triliun pada tahun lalu.
Dia menilai, kenaikan utang PLN pada tahun lalu masih berada di bawah kenaikan investasi dan nilai aset. PLN mencatatkan utang senilai Rp451 triliun pada tahun lalu atau lebih rendah sekitar Rp2 triliun pada 2019.
Faisal menjelaskan bahwa PLN mencatatkan penambahan utang Rp199 triliun pada periode 2015—2020. Sebaliknya, nilai investasi PLN pada periode yang sama mencapai Rp448 triliun, lebih banyak jika dibandingkan dengan keseluruhan penambahan utang PLN di periode 2015—2020.
"Hampir semua [utang] dipakai untuk investasi. Hanya sebagian kecil untuk menjaga cash flow,” ujar Faisal melalui keterangan resminya, Selasa (15/6/2021).
Dia menjabarkan, investasi PLN di antaranya adalah penambahan aset berupa pembangkit total 10.000 megawatt, transmisi sepanjang 23.000 kilometer sirkuit, dan gardu induk total 84.000 MvA. Di samping itu, seiring dengan peningkatan investasi PLN, maka diikuti dengan peningkatan rasio elektrifikasi.
Rasio elektrifikasi PLN tercatat meningkat dari 88,3 persen menjadi 99,2 persen.
“PLN ini BUMN aset terbesar, sampai April 2021 mencapai Rp 1.599,5 triliun. Harus kita jaga bersama-sama. Tidak ada BUMN lain dengan aset sebesar ini,” ungkapnya.
Menurut Faisal, investasi PLN yang lebih besar dari peningkatan utang bisa karena sumber dananya tidak hanya dari pinjaman. Sebagian investasi PLN didanai dari kas internal dan penambahan modal. Investasi dari kas internal dimungkinkan karena PLN masih mencatatkan keuntungan.
Kenaikan pendapatan PLN bisa seiring dengan bertambahnya jumlah pelanggan dari 61 juta menjadi 79 juta. Namun peningkatan pelanggan juga menaikkan biaya produksi karena semakin banyak pelanggan harus dilayani.
“Penyambungan kabel, penyediaan energi primer, semua butuh biaya.”