Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa penyelesaian rancangan peraturan presiden mengenai harga beli listrik energi baru terbarukan (Perpres EBT) masih menghadapi kemacetan.
Dia mengatakan bahwa penyusunan rancangan Perpres EBT merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan EBT. Namun, hingga kini, beleid tersebut tak kunjung terbit.
"Kami sudah siapkan rancangan perpres tarif. Memang masih tahap pematangan karena memang saat ini ada bottleneck," ujar Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (14/6/2021).
Bottleneck yang dimaksud adalah terkait program penyediaan listrik yang telah dirancang sebelumnya masih bertumpu pada pemanfaatan energi fosil, terutama dari batu bara.
Hal ini mengingat Indonesia memiliki sumber daya batu bara yang sangat besar dan batu bara dinilai dapat menghasilkan energi yang cukup kompetitif dibandingkan energi lain, seperti bahan bakar minyak (BBM) atau panas bumi yang mahal.
"Untuk itu harus ada harmonisasi mana-mana yang bisa masuk, mana yang bisa kita lengkapi supaya target bauran EBT bisa tercapai," kata Arifin.
Adapun, capaian porsi EBT dalam bauran energi nasional hingga 2020 baru mencapai 11,2 persen, sedangkan Indonesia telah menargetkan untuk mencapai bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.
Arifin pun menegaskan bahwa pemerintah masih bertekad untuk mencapai target bauran EBT 23 persen pada 2025. "Ini merupakan target yang harus bisa kita laksanakan karena kita sudah komitmen dan meratifikasi Perjanjian Paris," katanya.