Bisnis.com, JAKARTA - Uni Eropa sepakat untuk segera menyelesaikan perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) yang jalan di tempat sejak 6 tahun lalu.
Hal ini disampaikan oleh Perwakilan Tinggi Uni Eropa (HRVP) untuk Masalah Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Josep Borrell Fontelles dalam kunjungan perdananya ke Indonesia pada Rabu (2/6/2021).
Dalam kunjungan tersebut, salah satu tema besar yang dibawa Borrell adalah memperkuat kerja sama dengan Indo Pasifik. Menurutnya, Indo Pasifik ada pusat gravitasi dunia, bukan lagi di tengah Eropa.
“Kita harus mendorong negosiasi untuk perjanjian ekonomi komprehensif yang telah didiskusikan selama 6 tahun terakhir dan kita tidak bisa menunggu 6 tahun lagi karena dari perjanjian ini bisa meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan,” ungkapnya.
Dia menyebutkan tiga poin yang menjadi pertimbangan untuk meningkatkan hubungan di antaranya adalah munculnya kekuatan baru di dunia, munculnya konfrontasi antara China dan AS, dan mencari posisi untuk menghindari ketegangan geopolitik baru.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Indonesia dan UE memiliki banyak kesamaan nilai demokrasi, HAM, dan multilateralisme.
Dia mengatakan Uni Eropa adalah mitra penting bagi Indonesia. Hal ini diperkuat dengan adanya data pada 2020, Uni Eropa merupakan mitra dagang ketiga terbesar, dengan nilai US$25,5 miliar, dan investor terbesar keenam dengan nilai US$1,9 miliar dalam hampir 7.000 proyek.
Dalam kesempatan tersebut Menlu Retno menegaskan bahwa kerja sama ekonomi dan perdagangan yang adil, tidak diskriminatif, dan terbuka akan membantu percepatan pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19.
“Kami juga mendorong pentingnya segera menyelesaikan negosiasi Indonesia-EU CEPA,” ungkapnya.
Dia kembali meyakinkan bahwa Pemerintah Indonesia serius menghasilkan kelapa sawit secara berkelanjutan dan terus memperkuat kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO).
Seperti diketahui, Indonesia telah mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II oleh Uni Eropa yang mendiskriminasi kelapa sawit karena dianggap berisiko tinggi dan menyebabkan deforestasi.
Namun, UE sedang mengkaji ulang kebijakan yang telah menghalangi akses pasar minyak bagi Indonesia tersebut dan bakal mengumumkan hasilnya pada Juni.