Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi V DPR Fraksi Partai Kesejahteraan Rakyat (PKS) Syahrul Aidi Maazat menemukan adanya praktik mafia tanah dalam proyek Tol Pekanbaru-Bangkinang. Syahrul berujar pratik tersebut merupakan salah satu faktor yang menahan proses pembebasan lahan proyek tersebut.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mendata proses pembebasan tanah Tol Pekanbaru-Bangkingan baru mencapai 33,34 persen per Maret 2021. Adapun, tol yang ditargetkan rampung pada tahun ini tersebut memiliki panjang hingga 40 kilometer.
"Pada 2018, status lahan masyarakat di sana setelah penetapan RT/RW berubah statusnya dari HPL (Hak Pengelolaan) jadi HPK (Hak Produksi Konservasi). Saya mendengar ada mafia yang bermain ketika penetapan RT/RW," katanya dalam Peresmian Panitia Kerja RUU Jalan, Selasa (25/5/2021).
Syahrul menyampaikan praktik mafia yang dimaksud adalah pengubahan HPK kebun perusahaan sawit menjadi HPL. Sementara itu, HPL kebun sawit milik petani diubah sebagian orang menjadi HPK.
Dengan kata lain, perkebunan sawit milik petani yang akan dilalui proyek tersebut tidak akan mendapatkan dana pembebasan lahan, sedangkan perusahaan sawit akan mendapatkan dana pembebasan lahan.
Pasalnya, lahan dengan sertifikat HPK dikendalikan oleh negara. "Saya selalu menyampaikan pada PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) jangan hanya [melakukan pembebasan lahan dengan] pendekatan hukum saja," ucapnya.
Baca Juga
Syahrul berujar selama ini PPK pembebasan tanah selalu mengandalkan Kejaksaan Agung untuk meminta legitimasi pembebasan lahan. Menurutnya, hal tersebut akan membuat pembebasan lahan Tol Pekanbaru-Bangkinang berdampak negatif pada masyarakat sekitar.
Oleh karena itu, Syahrul menyarankan agar PPK pembebasan tanah untuk melakukan pendekatan historis dalam melakukan pembebasan tanah.
"Kita tidak ingin mengadakan pembangunan [infrastruktur], tapi mengambil lahan masyarakat. Dan, terus terang, ini permainan mafia," ujarnya.