Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pebisnis Optimistis Ekspor Minyak Sawit Tetap Moncer, Ini Alasannya

Pebisnis optimistis kinerja ekspor minyak sawit tahun ini tetap tumbuh didorong oleh harga yang jauh kompetitif dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti soy oil dan rapeseed oil.
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri meyakini ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk hilirnya bisa tetap tumbuh, meski data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya penurunan ekspor secara nilai maupun volume.

Data sementara BPS memperlihatkan bahwa nilai ekspor minyak dan lemak nabati dengan kode HS 15 pada April turun 13,8 persen menjadi US$2,48 miliar. Penurunan nilai ini selaras dengan berkurangnya volume ekspor dari 2,93 juta ton pada Maret menjadi 2,44 juta ton pada April 2021.

Meski demikian, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengaku sangsi dengan data sementara otoritas statistik tersebut. Data yang dihimpun pelaku usaha justru memperlihatkan kenaikan ekspor CPO dan produk hilirnya pada April.

“Saya perkirakan data BPS lebih merujuk ke minyak sawit mentah yang memang mengalami penurunan,” kata Sahat, Kamis (20/5/2021).

Data yang dihimpun asosiasi memperlihatkan bahwa kontribusi ekspor CPO atau minyak sawit mentah memang menurun dalam empat bulan terakhir. Pada Januari 2021 misalnya, total ekspor CPO dan produk hilirnya mencapai 2,9 juta ton dengan kontribusi CPO sebesar 24 persen. Jumlah tersebut perlahan turun menjadi hanya 11 persen pada April ketika total ekspor CPO dan turunannya mencapai 3,08 juta ton.

“Sejak ada PMK tentang pungutan ekspor, pengiriman memang lebih banyak dilakukan pada produk hilir. Regulasi ini mendorong penghiliran dan datang pada saat yang tepat,” lanjutnya.

Sahat juga meyakini permintaan terhadap minyak sawit tetap positif, didorong oleh harga yang jauh kompetitif dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti soy oil dan rapeseed oil yang selisihnya mencapai US$400 per ton. Prospek permintaan yang naik, lanjutnya, juga akan diiringi dengan naiknya harga karena pasokan yang tetap ketat.

“Di dalam negeri harga diperkirakan tetap di atas Rp10.000 per kilogram. Penyebabnya pertama karena kompetitor minyak nabati lain produksinya cenderung turun karena pandemi, sedangkan kebutuhan dunia tidak berkurang dan tetap besar,” kata dia.

Pasokan minyak sawit dari Malaysia pun dia yakini akan berkurang karena terbatasnya mobilitas tenaga kerja di perkebunan sawit negara tersebut. Produksi sawit di Malaysia diramal hanya berada di angka 18,1 sampai 18,5 juta ton setelah pada 2020 mencapai 19,7 juta ton.

Sementara itu, Sahat memperkirakan produksi minyak sawit Indonesia pada 2021 bakal mencapai 48,2 juta ton atau lebih tinggi dibandingkan produksi 2020 yang berjumlah 47,1 juta ton. Ekspor juga diprediksi naik menjadi 35,5 juta sampai 36 juta ton akibat harga yang tetap kompetitif dibandingkan komoditas minyak nabati lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper