Bisnis.com, JAKARTA – Kehadiran SDM unggul menjadi unsur terpenting bagi pemerintah untuk mengoptimalkan efek bonus demografi RI terhadap perekonomian yang diramal memasuki masa puncak pada 2030 mendatang.
Untuk itu, diperlukan institusi yang terkonsentrasi agar harapan tersebut bisa terealisasi.
Terkait dengan hal tersebut, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai peleburan Kemenristek/BRIN dan Kemendikbud merupakan langkah mundur dalam upaya merealisasikan proyeksi ekonomi digital dari bonus demografi.
"Indonesia kan sudah masuk ke bonus demografi dan puncaknya pada 2030. Kuncinya adalah mendorong produktivitas dan daya saing SDM," ujar Faisal ketika dihubungi, Senin (12/4/2021).
Menurutnya, peleburan Kemenristek/BRIN dan Kemendikbud akan memecah perhatian kedua instansi yang semestinya bisa terkonstrasi dalam menjalankan program masing-masing. Dengan demikian, realisasi proyeksi ekonomi digital bisa lebih masuk akal.
Mengutip laporan Google, Temasek dan Bain Company dalam laporan e-Conomy SEA Tahun 2020, Indonesia telah menjadi negara dengan nilai transaksi ekonomi digital tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar US$44 miliar.
Bahkan, pada tahun 2025, nilai tersebut diprediksi mampu mencapai US$124 miliar. Angka ini setara dengan Rp1.748 triliun.
Kendati memasang proyeksi tinggi, Faisal menilai niat pemerintah dalam merealisasikan raupan ekonomi digital tidak tercermin dari keseriusan alokasi anggaran belanja negara. Anggaran tahunan di kedua kementerian tersebut termasuk kecil.
Sekadar informasi, pada 2021 pagu anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp81,5 triliun. Sementara itu, pagu anggaran Kemenristek/BRIN sebesar Rp2,7 triliun.
Dengan anggaran tersebut, target pemerintah dalam mengembangkan SDM Tanah Air agar on the track dengan proyeksi Google Temasek bisa dikatakan cukup tinggi.