Bisnis.com, JAKARTA – Dalam berbagai kesempatan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan selalu menyebut-nyebut soal pembangkit listrik raksasa bertenaga air (hydro power) di Sungai Kayan, Kalimantan Utara.
Terbaru, Luhut bicara soal proyek mercusuar itu dalam pengarahan dan sosialisasi terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja di Lemhannas, pekan lalu. Jenderal bintang empat itu mengutarakan bahwa pembangkit hijau itu akan dipakai untuk kawasan industri sekitar.
“Kalau bendungan di kalimantan [Kayan] jalan jadi kita jalankan green energy untuk smelter. Akibatnya green produk. Smelter itu energi-nya saja mencapai 45%-50%,” tutur Luhut.
Dia juga mengungkapkan keunggulan dari Hydro Power Kayan tersebut. Biaya pokok penyediaan (BPP) listrik diklaim hanya sebesar 4 sen dolar AS. Namun, bila sudah mencapai harga ekonomisnya bisa mencapai 2 sen dolar AS.
Dengan harga sebesar 2 sen per dolar AS, menurut Luhut, tidak ada negara lain yang bisa melawan biaya produksi dari produk yang dihasilkan di kawasan industri konsumen Hydro Power Kayan. Perlu diketahui BPP listrik berbahan bakar batubara mencapai 6-7 sen per dolar AS.
“Siapa bisa lawan kita dengan cost ini? Negara besar meratifikasi Paris Agreement menurunkan karbon. Kita negara bagus, kita punya big land terbesar, magrove terbesar. Kita super power,” ujarnya.
Lalu bagaimana sebenarnya pembangkit listrik tenaga air Kayan itu sendiri? Pembangkit Kayan itu berada di Sungai Kayan Kecamatan Long Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Pembangkit itu akan memanfaatkan aliran sungai sepanjang 576 Km.
Proyek pembangkit kayan sebenarnya sudah digagas 6 tahun silam. Sejak Joko Widodo belum menjabat Presiden RI ke-7. Seperti dikutip Antara, Pembangunan megaproyek dimulai dengan ditandai ‘groundbreaking’ pada 18 Januari 2014.
Kala itu hadir, Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak (Kaltara baru dimekarkan), Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kepala BKPM Mahendra Siregar, Pjs. Gubernur Kaltara Irianto Lambrie dan Bupati Bulungan Budiman Arifin.
Namun, realitasnya membangun proyek pembagkit raksasa dengan kapasitas 9.000 Mega Watt (MW) tidaklah gampang. Terutama dalam hal pembebasan lahan dan pendanaan proyek yang ditaksir mencapai US$20,7 miliar-US$24,3 miliar atau Rp357 triliun dengan kurs Rp14.700 per dolar AS.
Proyek mercusuar itu bakal mencatatkan rekor di Indonesia. Bahkan di Asia Tenggara. Pembangkit bernama PLTA Hydropower 1-5 Sungai Kayan itu akan mengalahkan Dam Pembangkit Son La berkapasitas 2.400 MW, Vietnam. Rekor nasional dicatatkan PLTA Cirata.
Setelah mendapatkan investor, pembangkit Kayan itu mulai dibangun pada tahun ini, dan diharapkan tuntas serta beroperasi pada 2024 untuk tahap I. PLTA itu terdiri dari lima unit dengan kapasitas beragam.
Bendungan pertama diproyeksikan dapat menghasilkan 900 MW. Bendungan kedua berkapasitas 1.200 MW. Bendungan ketiga dan keempat masing-masing menghasilkan 1.800 MW. Adapun, bendungan kelima dengan kapasitas 3.200 MW.
Diperkirakan pembangunan PLTA Kayan tahap I selesai pada 2024. Pada 2024 dimulai pula pembangunan PLTA Kayan tahap II.
PENYANDANG DANA
Proyek ini didanai oleh Powerchina. Perusahaan asal China itu telah meneken perjanjian pengembangan bersama pembangkit Kayan pada 13 April 2019. Kerja sama diteken antara Powerchina, bersama dengan PT Indonesia Kayan Hydropower Energy Co. Ltd.
Dalam pembangunan fisik, perusahaan pelat merah yang akan dilibatkan adalah PT Waskita Karya (Persero) dan PT Hutama Karya (Persero).
"Investasinya itu investor kita dari Powerchina dengan Central Asia Capital Ltd. Itu investor kita. Kurang lebih joint venture. Kayan mayoritas dari investor yang ada," kata Direktur Operasi Kayan Hydro Energy Khaerony seperti dikutip Indonesia.go.id saat konprensi pers di Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Seorang nelayan tengah mengayuh sampan di pedalaman Sungai Kayan, lokasi PLTA 9.000 MW./Antara
PLTA ini akan dimanfaatkan untuk melistriki Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan, serta untuk menambah ketahanan energi nasional. Pada saat yang sama di KIPI tengah dibangun smelter.
“Jadi nanti bisa bareng selesainya antara pembangkit listrik dengan smelter. Jadi bisa jalan bersamaan,” kata Luhut.
KIPI Tanah Kuning saat ini dikembangkan bahan dasar seperti aluminium, nikel dan baja. Menyusul kemudian industri turunan yang akan dikembangkan. Perlu diketahui, satu smelter perlu listrik sekitar 800 megawatt untuk kapasitas produksi 500.000 ton per tahun.
Selain itu, hasil dari listrik tersebut ada rencana untuk kebutuhan Ibu Kota baru di Penajam, Kalimantan Timur.
PROYEK DIKAWAL ISTANA
Proyek listrik itu sendiri langsung dikawal oleh Kantor Staf Presiden (KSP). Pada 17 September 2020, Gubernur Kaltara Irianto Lambrie kembali menemui Moeldoko, sebagai Kepala KSP untuk melaporkan perkembangan PLTA Sungai Kayan.
Moeldoko menyampaikan KSP akan mengawal dan membantu percepatan pembangunan PLTA Kayan yang sementara ini sedang berproses untuk memulai prakonstruksi.
Beberapa hari sebelumnya, Tim KSP yang dipimpin oleh Deputi I KSP Febry Calvin Tetelepta langsung meninjau lokasi di Long Peso.
Irianto pun meminta agar dalam APBN mengalokasikan anggaran untuk pembangunan akses jalan dari Tanjung Selor-Peso.
Tujuannya selain untuk memudahkan mobilisasi masyarakat di wilayah hulu, jalan tersebut juga penting sebagai akses mobilisasi peralatan maupun material ke lokasi pembangunan PLTA.
Jarak Tanjung Selor (Ibu Kota Kaltara) ke Long Peso lewat darat sekitar 4 jam dengan kondisi jalan banyak rusak bahkan sebagian hanya agregat sepanjang 120 Km. Sedangkan melalui sungai butuh sekitar 3,5-5 jam menggunakan speedboat atau longboat.
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko/Bisnis
Moeldoko pun merespons positif usulan itu dan berjanji akan membahasnya lebih lanjut, dengan melibatkan kementerian terkait, seperti Kementerian PUPR, juga dengan BUMN yang terlibat dalam pembangunan PLTA.
Dalam beberapa kali kunjungan ke Kaltara, Presiden Jokowi meninjau langsung meskipun karena alasan kondisi geografis serta kelemahan infrastruktur sehingga kegiatan itu hanya melalui udara. Termasuk pada peninjauan lokasi PLTA melalui udara 19 Desember 2019.
Presiden kembali mengarahkan agar PLTA Sungai Kayan di Long Peso Bulungan itu segera dilanjutkan pembangunannya saat Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2019 di Jakarta. Presiden menegaskan akan memantau terus perkembangannya.
Presiden menegaskan PLTA Sungai Kayan merupakan salah satu sumber baru pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya. Jokowi berharap pemanfaatan hydro power ini, investor akan berdatangan ke Indonesia.
Pembangunan mega proyek PLTA tersebut masuk dalam bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 58/2018, sehingga secara periodik tentu akan dilaporkan kepada Presiden RI perkembangannya.