Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Yoshihide Suga sepakat memberikan pinjaman sebagai bantuan fiskal untuk Indonesia sebesar 50 miliar yen atau setara Rp7 triliun.
Selain itu, kedua pemimpin negara juga sepakat kembali membuka arus perjalanan manusia untuk sektor bisnis dan tenaga kesehatan.
"Kami memastikan untuk memulai kembali perjalanan antara kedua negara bagi pebisnis, termasuk perawat dan care giver," kata Suga dalam keterangan pers yang disiarkan secara live, Selasa (20/10).
Preside Jokowi mengatakan, menteri luar negeri kedua negara akan membahas secara detail mengenai pembukaan perjalanan bisnis kedua negara. Pengaturan mengenai hal tersebut ditargetkan selesai dalam satu bulan.
Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri memandang dengan mengunjungi Indonesia, Suga sedang melanjutkan tradisi sebagai perdana menteri yang baru terpilih.
Saat pendahulunya Shinzo Abe terpilih untuk kedua kalinya pada 2012, Indonesia dan Vietnam juga dipilih sebagai destinasi kunjungan kenegaraan pertama. Maka tak heran jika Suga yang telah berjanji akan melanjutkan kebijakan Abe, juga mengekor langkah pendahulunya itu.
Baca Juga
Selain itu, secara politik hal itu merupakan upaya untuk menyeimbangkan hubungan dengan China dan Korea Selatan yang tidak dalam kondisi baik-baik saja. Dia mengatakan dalam hal ini Jepang tidak sedang berebut pengaruh dengan China di Asean, karena juga memasukkan Vietnam dalam rangkaian kunjungannya.
"Ini merupakan balancing dari hubungan [Jepang] dengan China, dengan Korea Selatan yang tidak terlalu baik," katanya kepada Bisnis, Selasa (20/10/2020).
Dari sisi ekonomi, Jepang memiliki kepentingan untuk mengurangi ketergantungannya dengan China dalam hal rantai pasok. Asean, terutama Indonesia dan Vietnam, menjadi prioritas upaya diversifikasi rantai pasok tersebut.
Hal lain yakni terkait diberlakukannya Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang melibatkan Asean dan lima mitra terbesarnya, termasuk Jepang.
"Sepertinya Jepang ingin menunjukkan bahwa dia sangat mengapreasiasi dan mendukung suksesnya RCEP," ujarnya.
Yose menyebut dibandingkan dengan Vietnam sebagai tujuan investasi, Indonesia memiliki dua keunggulan, yakni pasar yang lebih besar dan tenaga kerja yang melimpah. Berangkat dari dua hal tersebut, reformasi pada persoalan-persoalan investasi bisa dipercepat.