Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 82/2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Regulasi yang berlaku Juli lalu salah satunya membubarkan Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri.
Tim tersebut mengacu pada Keputusan Presiden Nomor (Keppres) 39/1991 tentang Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri. Selain itu, proses persetujuan penerimaan kredit luar negeri atau pinjaman komersial luar negeri juga didasari oleh Keppres 59/1972) tentang Penerimaan Kredit Luar Negeri.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rahayu Puspasari mengatakan bahwa dengan mempertimbangkan peran penting persetujuan penerimaan kredit luar negeri, berdasarkan Perpres 82/2020 tugas dan fungsi Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri saat ini dilaksanakan oleh instansinya,
“Dalam rangka memberikan pedoman dalam proses persetujuan penerimaan Kredit Luar Negeri, maka Kemenkeu bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Bank Indonesia telah menyusun prosedur masa transisi. Di samping itu pula, sedang dilakukan revisi Keppres 59/1972 dengan target implementasi awal tahun 2021,” katanya melalui keterangan pers, Kamis (8/10/2020).
Rahayu menjelaskan bahwa terbitnya Perpres 82/2020 berlandaskan pada Covid-19 yang menimbulkan peningkatan kebutuhan pembiayaan tidak hanya bagi pemerintah, namun juga Badan Umum Milik Negara (BUMN).
Baca Juga
Oleh karena itu, pemerintah berupaya melakukan monitoring agregat pembiayaan dari luar negeri. Termasuk pinjaman luar negeri yang dilakukan oleh BUMN melalui mekanisme persetujuan penerimaan kredit luar negeri.
“Sehingga pembiayaan, khususnya yang bersumber dari luar negeri, dapat dikelola secara hati-hati,” jelasnya.
Rahayu menuturkan bahwa ada beberapa mekanisme persetujuan penerimaan kredit luar negeri masa transisi yang perlu dicermati. Pertama, BUMN dimungkinkan untuk mendapatkan pinjaman luar negeri. Namun kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tidak dibolehkan mendapat pinjaman luar negeri.
Kedua, BUMN wajib mendapatkan persetujuan penerimaan kredit luar negeri terlebih dahulu sebelum merealisasikan pencairan pinjaman luar negeri.
Selanjutnya, mekanisme persetujuan utang luar negeri bank, termasuk bank BUMN, tetap mengacu pada peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Bank Indonesia No. 21/1/PBI/2019 tanggal 7 Januari 2019 tentang Utang Luar Negeri Bank dan Kewajiban Bank Lainnya dalam Valuta Asing.
“Swasta tidak wajib mendapatkan persetujuan atas penerimaan kredit luar negeri,” ucapnya.