Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mendorong pengembangan telemedis sebagai solusi kesehatan dengan pemanfaatan teknologi di tengah pandemi Covid-19, yang menjadi salah satu agenda dalam percepatan transformasi digital.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengatakan pengembangan solusi kesehatan dengan pemanfaatan teknologi menjadi salah satu terobosan yang perlu terus dikembangkan di tengah pandemi Covid-19.
"Telemedis sebagai layanan kesehatan dari jarak jauh memungkinkan pasien dan nakes bisa saling berdiskusi tanpa harus tatap muka secara fisik. Dengan hal ini tidak sedikit masyarakat yang telah beralih ke layanan telemedis," ujar Menteri Johnny saat membuka Diskusi Publik Telemedisin untuk Peningkatan Kualitas Layanan Kesehatan, Sabtu (22/8/2020).
Mengutip data McKinsey 2000, Menteri Johnny menyatakan 44 persen responden menyatakan beralih dari konsultasi tatap muka ke konsultasi daring. Dia juga menyebutkan lonjakan kunjungan ke aplikasi telemedis sebesar 600 persen selama pandemi.
Menurut Menteri Kominfo, kebiasaan baru di bidang kesehatan ini menjadi salah satu indikator kuat bahwa pandemi Covid-19 adalah katalis atau faktor yang mempercepat transformasi digital.
"Momentum yang menurut arahan Bapak Presiden Joko Widodo tidak boleh dilewatkan dan justru harus dimanfaatkan. Upaya ini tercakup dalam bingkai besar agenda Percepatan Transformasi Digital Nasional," ujar Johnny.
Baca Juga
LIMA PRIORITAS
Dalam agenda itu, pemerintah melalui Kementerian Kominfo saat ini tengah serius melakukan percepatan transformasi digital nasional, dengan lima prioritas.
Pertama, penuntasan pembangunan infrastruktur internet berkecepatan tinggi di 12.548 desa/kelurahan dan 150.000 titik layanan publik, termasuk layanan kesehatan, yang selama ini belum terjangkau layanan internet memadai.
Kedua, pembangunan Pusat Data Nasional (PDN) yang menjadi prasyarat terwujudnya kebijakan Satu Data Indonesia, serta farming dan refarming spektrum frekuensi radio untuk efiensi jaringan maupun pengembangan teknologi 5G.
"Kita juga perlu farming dan refarming spektrum frekuensi radio untuk efisiensi jaringan maupun pengembangan 5G di masa depan. Dalam rangka pelayanan publik, Kominfo menyiapkan roadmap untuk sediakan alokasi frekuensi khusus bagi pelayanan publik, khususnya untuk teleeducation dan telemedisin," ujar Johnny.
Ketiga, prioritas ketiga adalah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) bidang digital yang komprehensif dan berkelanjutan mulai dari level "literasi digital," "talenta digital," sampai level "kepemimpinan era digital."
Keempat, penguatan ekosistem ekonomi digital dengan memfasilitasi program-program seperti UMKM/UMi jualan online, pemanfaatan teknologi digital oleh petani/nelayan, dan pengembangan startup digital.
Kelima, penyelesaian legislasi primer pendukung ekosistem digital, terutama Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) dan RUU Cipta Kerja di bidang telekomunikasi/penyiaran yang diharapkan mampu mendorong akselerasi digitalisasi televisi nasional.
Menurut Menteri Johnny, penggunaan layanan telemedis juga dapat membantu penanganan Covid-19 secara lebih luas. "Cara ini, misalnya, bisa membantu untuk mendeteksi hingga ke tahapan apakah seorang pasien harus menjalani tes PCR atau tidak. Lebih jauh lagi, bantuan konsultasi telemedis bisa menekan jumlah pasien yang harus dirujuk ke rumah sakit atau pusat layanan kesehatan lainnya."
Menteri Kominfo mengatakan percepatan transformasi digital nasional mampu memperluas dan memperbaiki kualitas layanan telemedis, bahkan diharapkan dapat menjangkau daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T).
"Untuk mencapai tujuan tersebut, saya sangat berharap kerjasama antara Kementerian Kominfo, Kementerian Kesehatan, IDI, ATENSI, beserta ekosistem terkait lainnya, akan terus berlanjut di masa-masa yang akan datang. Kerja sama ini tentu perlu dilandasi dengan nafas kolaboratif dan berkelanjutan," dia menambahkan.
KEAMANAN DATA
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menyebutkan tiga faktor penting yang perlu diperhatikan layanan telemedis dalam menjaga keamanan data pengguna.
Tiga hal tersebut adalah data, sistem, dan sumber daya manusia.
"Penerapan IT dalam memberikan berbagai jenis layanan kesehatan secara jarak jauh dalam rangka memberikan kesehatan individu dan masyarakat, ini adalah kemudahan. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana saat kita menggunakan teknologi kita merasa aman," ujar Semuel dalam Diskusi Publik Telemedisin untuk Peningkatan Kualitas Layanan Kesehatan, Sabtu (22/8/2020).
Menurut Semuel, layanan telemedisin perlu memitigasi risiko dalam pemrosesan data pribadi pengguna.
Semuel mengatakan layanan telemedisin perlu mengklasifikasikan dan memisahkan data registrasi, termasuk nama, alamat, jenis kelamin dan tanggal lahir, data konsultasi, seperti riwayat dan diagnosa penyakit, serta data lainnya, seperti nomor kartu kredit atau rekening dalam proses pembayaran.
Mitigasi data ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya serangan siber yang mengakibatkan kebocoran data, sehingga pelaku tidak bisa mendapatkan data pengguna secara utuh.
"Karena pada saat itu terjadi, suatu kebocoran atau ada serangan dari luar yang mengambil data-data ini, karena dia tidak memiliki data itu secara lengkap, maka data itu tidak memiliki nilai ekonomisnya," kata Semuel.
"Mungkin terkait sistem pembayarannya dienkripsi, terkait dengan data pribadinya dienkripsi, yang lainnya diberikan nomor yang me-link itu, tapi nomor itu orang tidak tahu, ini yang perlu dimitigasi," dia melanjutkan.
Terkait mitigasi sistem, Semuel mengatakan layanan telemedisin harus mengantisipasi serangan siber tidak hanya dari luar atau eksternal namun juga dari dalam atau internal.
Serangan dari luar misalnya DDoS, ransomware dan hacking. Untuk hal ini, layanan telemedisin perlu membekali diri dengan teknologi keamanan yang andal, penerapan standar-standar internasional dan bekerjasama dengan instansi pengawas dan penegak hukum.
Sementara, serangan dari dalam berasal dari orang-orang yang terekspos terhadap sistem atau data-data pribadi tersebut, bisa saja pengembang aplikasi, pegawai fasilitas pelayanan kesehatan, maupun profesional fasilitas pelayanan kesehatan.
"Yang dari dalam ini yang masih kurang diperhatikan karena kita melihat serangan itu selalu dari luar. Padahal, ketika serangan itu dari dalam, sistem itu mengenali serangan itu sebagai legitimate acsess, akses yang sah, jadi tidak menganggap itu sebagai threat, nah ini yang perlu dipahami," kata Semuel.
Hal ini berkaitan dengan faktor yang ketiga, yaitu sumber daya manusia. Menurut Semuel, SDM yang terlibat dalam pemrosesan data pribadi pengguna harus dimitigasi.
Perlu adanya prosedur yang jelas dan tegas dalam pemrosesan data pribadi. Selain itu, sanksi internal yang tegas juga diperlukan dalam hal ini.
Dalam upaya melindungi data pribadi, pemerintah telah melakukan penyelesaian legislasi Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP), yang saat ini berproses politik di DPR.
"Kalau kami lihat saat ini banyak sekali kebocoran data, ini karena belum dilakukan mitigasi yang mendalam terhadap risiko yang mungkin akan timbul. Pada saat memutuskan untuk masuk ke ruang digital, kita harus memposisikan diri bahwa kita vulnerable, untuk itu membangun kekuatan," ujar Semuel.