Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan Pemerintah Dukung Sektor Properti

Untuk diketahui, Pemerintah telah menerbitkan Perpres 82/2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional dimana komite ini bertugas dalam hal percepatan penanganan Covid-19 serta pemulihan perekonomian dan transformasi ekonomi nasional.
Kawasan permukiman besutan PT Alam Sutera Tbk. di Tangerang. Alam Sutera memiliki beberapa segmen andalan yang menopang penjualan properti perseroan mulai dari properti hunian hingga properti komersial seperti perkantoran dan pusat perbelanjaan./alam-sutera.com
Kawasan permukiman besutan PT Alam Sutera Tbk. di Tangerang. Alam Sutera memiliki beberapa segmen andalan yang menopang penjualan properti perseroan mulai dari properti hunian hingga properti komersial seperti perkantoran dan pusat perbelanjaan./alam-sutera.com

Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan Pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 dan pemulihn ekonomi Indonesia akan berdampak pada sektor properti.

Untuk diketahui, Pemerintah telah menerbitkan Perpres 82/2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional dimana komite ini bertugas dalam hal percepatan penanganan Covid-19 serta pemulihan perekonomian dan transformasi ekonomi nasional.

Dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2020 lalu telah memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,00 persen. Penurunan BI7DRR menjadi 4,00 persen ini tercatat sebagai rekor suku bunga acuan terendah sepanjang sejarah, bahkan sejak adanya BI7DRR.

Country Manager Rumah.com Marine Novita mengatakan pihaknya menyambut baik adanya dua kebijakan baru dari pemerintah tersebut, yang diharapkan bisa menggairahkan perekenomian nasional yang belakangan ini dalam kondisi negatif termasuk industri properti nasional.

Kebijakan penurunan BI7DRR menjadi 4,00 persen menjadi angin segar untuk mendongkrak pertumbuhan bisnis properti yang sedang mengalami stagnasi di tengah pandemi Covid-19.

“Adanya penurunan suku bunga BI7DRR menjadi 4,00 persen diharapkan bisa menjadi stimulus bagi industri properti Indonesia terutama dalam penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi konsumen yang akan membeli hunian. Kalangan perbankan diharapkan bisa segera menyesuaikan suku bunga KPR dengan Suku Bunga Acuan BI sehingga minat masyarakat untuk membeli rumah dengan memanfaatkan KPR tetap terjaga di tengah pandemi ini,” ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (25/7/2020).

Marine menuturkan langkah BI menurunkan suku bunga acuannya memang tidak langsung diikuti oleh kalangan perbankan untuk menyesuaikan suku bunga KPR sehingga walaupun suku bunga BI sudah turun namun industri properti nasional tidak bisa segera langsung merasakan dampak positifnya khususnya dalam hal transaksi pembelian properti dengan menggunakan KPR.

Kendati demikian, sebagian perbankan juga secara efektif telah menurunkan suku bunga yang dikemas dalam wujud promo sehingga walaupun counter rate belum banyak berubah namun konsumen sudah dapat menikmati bunga yang lebih rendah dengan mengikuti program tertentu.

"Seperti halnya PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) yang bekerjasama dengan Rumah.com menggelar BNI Griya Expo Online 2020 pada 17 Juli hingga 17 Agustus 2020 dimana debitur hanya perlu membayar bunga saja selama 2 tahun pertama dan menawarkan Bunga KPR mulai 1 persen per tahun," ucapnya.

Dia menambahkan pentingnya penurunan suku bunga KPR untuk menggairahkan industri properti tanah air sejalan dengan hasil survei Rumah.com

Consumer Sentiment Study H2 2020 dimana sebanyak 92 persen responden menyatakan bahwa besarnya cicilan bulanan menjadi faktor utama ketika ditanya hal apa yang dipertimbangkan ketika mereka akan mengambil KPR.

Faktor kedua yang menjadi pertimbangan utama adalah jangka waktu kredit dinyatakan oleh 83 persen responden sedangkan faktor ketiga yaitu tingkat suku bunga KPR yang dinyatakan oleh 73 persen responden. Tiga faktor utama tersebut serupa dengan hasil survei di periode sebelumnya.

Dia menambahkan masyarakat berharap pemerintah mengambil tindakan dan kebijakan terkait lainnya terutama untuk mendorong transaksi pembelian dan penjualan properti. Mayoritas responden atau sejumlah 90 persen menginginkan pemerintah untuk menurunkan suka bunga KPR agar cicilan bulanan bisa lebih ringan.

Kebijakan ini diinginkan oleh lebih banyak responden dibandingkan penurunan besaran uang muka pembelian properti yang diambil ketika krisis sekarang yang dinyatakan oleh 72 persen responden. Hanya 29 persen responden yang ingin pemerintah bisa menunda pembayaran cicilan selama pandemi.

"Terkait situasi pandemi Covid-19, hanya 1 dari 3 atau 32 persen responden menyatakan kepuasannya terhadap tindakan dan kebijakan pemerintah untuk menstabilkan pasar properti khususnya dalam situasi krisis seperti sekarang ini. Sementara 24 persen responden menyatakan ketidakpuasannya terhadap kebijakan pemerintah saat ini. Oleh karena itu secara umum masyarakat mengharapkan pemerintah mengeluarkan kebijakan sehingga bisa menurunkan suku bunga KPR dan menurunkan besaran uang muka," tutur Marine.

Besaran uang muka memang masih menjadi kendala utama yang dihadapi oleh masyarakat ketika mengambil KPR. Ketidakmampuan untuk membayar uang muka dinyatakan oleh 51 persen responden ketika ditanya kesulitan yang dihadapi saat mengambil pinjaman membeli rumah. Sementara kendala lainnya adalah gaji atau pendapatan yang tidak stabil sehingga menjadi penghambat mengambil cicilan rumah dimana hal ini dinyatakan oleh 46 persen responden.

Faktor lain yang menjadi pertimbangan para debitur KPR adalah kepastian besaran cicilan bulanan sehingga merupakan alasan utama konsumen untuk memilih KPR Syariah dibandingkan KPR Konvensional yang dinyatakan oleh 74 persen responden. Sementara 70 persen responden lainnya memilih KPR Syariah dengan pertimbangan keyakinan agama.

Dua alasan utama tersebut menjadi penyebab kenaikan preferensi konsumen untuk memilih KPR Syariah dari 29 persen responden pada Semester 1/2020 naik menjadi 35 persen responden pada Semester 2/2020. Sebaliknya peminat KPR Konvensional mengalami penurunan dari 37 persen responden pada Semester 1/2020 turun menjadi 29 persen responden pada Semester 2/2020.

Apabila didasarkan pada besaran penghasilan, mereka yang berpenghasilan rendah mayoritas lebih memilih pembiayaan dengan KPR Syariah atau sekitar 40 persen responden dibandingkan yang memilih KPR Konvensional yaitu sekitar 25 persen responden.

Sementara kelompok berpenghasilan sedang dan tinggi cenderung untuk memilih KPR Konvensional yaitu masing-masing 37 persen dan 34 persen responden dibandingkan yang memilih KPR Syariah dengan persentase masing-masing kelompok adalah 31 persen responden dan 28 persen responden.

Marine menerangkan dalam 3 tahun terakhir ini para responden survei Rumah.com Consumer Sentiment Study mulai secara spesifik menyatakan produk pembiayaan KPR yang diminatinya khususnya KPR Syariah. Fenomena ini bisa jadi sejalan dengan sentimen keagamaan yang cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir sehingga konsumen pun semakin banyak yang meminati produk pembiayaan syariah. Meskipun kebutuhan akan kepastian besaran cicilan bulanan juga menjadi pertimbangan lain mengapa konsumen memilih KPR Syariah.

“Berbagai kesimpulan yang didapatkan dari hasil Rumah.com Consumer Sentiment Study H2 2020 bisa dimanfaatkan oleh stakeholder industri properti terkait sehingga mengeluarkan kebijakan yang dapat segera menggairahkan industri properti. Para pelaku industri properti agar tidak hanya menawarkan promo sesaat, namun juga memberikan transparansi dan kepastian dalam pembayaran,” katanya.

Menurutnya, penurunan BI7DRR ini masih membutuhkan dukungan lebih lanjut dari pemerintah agar kebijakan ini bisa memiliki dampak yang lebih signifikan dengan menerapkan mekanisme yang dapat memastikan bahwa BI7DRR dipatuhi dan dilaksanakan oleh perbankan di Indonesia. Bagi pencari rumah yang membutuhkan daftar suku bunga terendah KPR yang selalu terupdate setiap bulannya, bisa mendapatkan informasinya dengan mencari di Google dan menggunakan kata kunci “bunga KPR Rumah.com”

“Bergairahnya kembali industri properti bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi karena tidak hanya mendongkrak sektor properti saja tetapi termasuk sektor industri lainnya dimana akan memiliki dampak turunan terhadap lebih dari 170 industri terkait,” tutur Marine.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper