Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pajak Digital: Pemerintah Disebut Manfaatkan Gaya Hidup Daring

Naiknya penggunaan aplikasi menciptakan peluang bagi pemerintah sebagai sumber pajak baru
Xiaomi Black Shark 2. Istimewa/Antara
Xiaomi Black Shark 2. Istimewa/Antara

Bisnis.com, JAKARTA— Pungutan pajak digital yang ditujukan kepada perusahaan teknologi seperti Netflix dan dinilai tidak hanya sebagai upaya pemerintah dalam menangkap peluang ekonomi, tetapi juga perilaku konsumen di Tanah Air yang telah berpindah dari luring ke daring.

Seperti diketahui, pada 1 Juli 2020 pemerintah memberlakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap perusahaan digital asing yang beroperasi di Tanah Air. Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) yang memiliki nilai transaksi lebih dari Rp600 juta dan jumlah traffic sebanyak 12.000 dalam setahun wajib pungut dan menyetorkan PPN.

Aturan tersebut tertuang dalam PMK No.48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Menurut Pengamat Ekonomi Digital Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi, pemerintah mencoba menangkap perubahan perilaku konsumen yang wajar terjadi karena dinilai mengikuti pola perubahan ekonomi.

"Saya melihat pemerintah berusaha menangkap peluang itu. Jadi, ini win-win solution. Karena selama ini Google dan pemain besar lain memanfaatkan pasar di Indonesia, tetapi penerimaan negara belum termaksimalkan," ujar Fithra kepada Bisnis, Selasa (30/6/2020).

Dia melanjutkan pengenaan pajak terhadap perusahaan pembuat aplikasi atau over the top (OTT) asing tersebut juga menciptakan level usaha yang sama karena perusahaan-perusahaan lain di Tanah Air telah lebih dahulu dikenakan pajak.

Sejauh ini, kata Fithra, dampak ekonomi langsung yang disalurkan oleh perusahaan OTT asing di Indonesia sangat terbatas. Dia menilai dampak ekonomi tidak dirasakan langsung melalui peningkatan aktivitas perekomian oleh konsumen lokal.

Selama ini, lanjutnya, keuntungan yang diraup oleh perusahaan OTT asing tidak banyak yang mengalir ke pendapatan negara yang salah satu penggunaannya adalah untuk membangun ekosistem digital.

Menurut data wearesocial, pada Januari 2020, terdapat 175,4 juta pengguna internet di Tanah Air atau naik 17 persen dibandingkan dengan dengan 2019 yakni setara dengan 25 juta pengguna internet baru. Adapun, dari sisi penetrasinya pada periode yang sama menyentuh 64 persen. 

Dari tambahan angka tersebut, kontribusi pengguna baru di internet paling besar berasal dari pengguna ponsel. Pengakses internet lewat ponsel pintar naik 15 juta atau 4,6 persen. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper