Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Respons Warganet Soal Kebijakan Pemerintahan Jokowi Atasi Covid-19 Negatif

Dari 476.696 percakapan di media sosial dan 397.246 orang yang diteliti, sentimen positif warganet merespons kebijakan pemerintah dalam menangani Covid-19 hanya 32,23%. Sementara itu, 67,77% percakapan berisi sentimen negatif.
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono memberikan keterangan pers saat meninjau Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (1/4/2020). Kunjungan kerja tersebut untuk memastikan kesiapan rumah sakit yang akan mulai beroperasi pada Senin 6 April 2020 mendatang. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono memberikan keterangan pers saat meninjau Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (1/4/2020). Kunjungan kerja tersebut untuk memastikan kesiapan rumah sakit yang akan mulai beroperasi pada Senin 6 April 2020 mendatang. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA--Sentimen negatif terkait kebijakan pemerintah kala menangani virus Corona (Covid-19) masih mewarnai perbincangan di media sosial media sosial, khususnya Twitter.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Datalyst Imam Maulana mengatakan ada enam kebijakan yang dilakukan pemerintah terkait penanganan wabah virus Corona (Covid-19) yang dimulai pada akhir Maret 2020.

Kebijakan tersebut, antara lain pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pembebasan tarif listrik, pembebasan narapidana, larangan mudi, Kartu Prakerja, pengangguran akibat Covid-19, jaring pengaman sosial, dan aturan khusus penghinaan Presiden.

Dari 476.696 percakapan di media sosial dan 397.246 orang yang diteliti, sentimen positif warganet merespons kebijakan pemerintah dalam menangani Covid-19 hanya 32,23 persen. Sementara itu, 67,77 persen percakapan berisi sentimen negatif.

"Ini artinya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah belum mampu menggerakkan sentimen publik ke arah yang lebih positif. Mayoritas sentimen publik di media sosial masih negatif," katanya seperti dikutip dalam siaran pers, Senin (27/4/2020).

Dia mengatakan mayoritas warganet membicarakan kebijakan PSBB. Masalah dan isu tentang PSBB mencapai tidak kurang dari 171 ribu perbincangan atau merupakan isu paling banyak dibicarakan oleh warganet.

Kontroversi tenang isu PSBB meluas, bukan hanya sentimen negatif tetapi tidak memadainya pemahaman publik. Menurutnya, terjadi simpang siur antara peranan pemerintah pusat dan daerah sehingga kontradiksi pernyataan pejabat yang menimbulkan sentimen negatif terhadap kebijakan PSBB.

"Analisis sentimen terhadap PSBB sekitar 79 persen negatif, sisanya 21 persen positif," ungkapnya.

Dia melanjutkan percakapan warganet terkait isu aturan pelarangan mudik cukup besar, yaitu 44,879 percakapan. Percakapan tentang mudik ini mendapat sentimen negatif

54 persen, sisanya 46 persen warganet memberi respons positif.

Pada satu sisi, juru bicara Presiden mengatakan boleh mudik asal karantina diri. Namun, pernyataan tersebut dibantah oleh Sekretaris Kabinet mengatakan warga tak boleh mudik. Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan aturan melarang mudik saat Lebaran 2020.

"Presiden lantas membuat pernyataan bahwa pulang kampung boleh. Ini diperkirakan menjadi lelucon lanjutan dari kebijakan pemerintah yang mendapat tanggapan sentimen negatif secara keseluruhan," imbuhnya.

Kebijakan yang tidak relavan dan tidak ada hubungannya tetapi terkait dengan pemerintahan pada masa penyebaran covid-19 adalah aturan penghinaan terhadap Presiden. Imam memaparkan aturan tersebut total percakapan publik yang membahas itu tersebut mencapai 15,5 ribu percakapan.

Aturan tersebut mendapat penolakan keras dari warganet karena dianggap anti demokrasi dan otoriter.

"Dari 15,5 ribu percakapan, tercatat 89 persen percakapan sentimen negatif terhadap kebijakan ini," ucapnya.

Riset Big Data merekam percakapan, perbincangan, pernyataan, sikap dan sentimen orang yang berpartisipasi di dalam proses kebijakan melalui media sosial.

Dalam riset big data Indef yang kedua ini percakapan yang berhasil dijaring dari media sosial (Twitter) mencapai hampir setengah juga atau tepatnya 476,7 ribu percakapan dan berasal dari akun 397,2 ribu orang.

Imam mengatakan keunggulan riset big data ini, berbeda dengan riset survei konvensional, karena selain menyaring ratusan ribu atau jutaan percakapan juga bisa melihat berbagai dimensi dari sikap, perbincangan, dan pernyataan yang dominan di dalam big data tersebut.

Pengumpulan Data mining pada Twitter dan portal berita online secara umum dilakukan pada periode 27 Maret sampai 25 April 2020.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper