Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Darurat Covid-19, Ekonom: Pemerintah Perlu Genjot Pembiayaan

utang luar negeri bagaimanapun adalah solusi bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, terutama di tengah pandemi Covid-19.
Ilustrasi - Eurobonds/Bisnis-youtube
Ilustrasi - Eurobonds/Bisnis-youtube

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah perlu terus meningkatkan pembiayaan ditengah tertekannya penerimaan pajak yang membayangi pada 2020 akibat Covid-19.

Seperti diketahui, defisit anggaran sudah diproyeksikan melebar dari 1,76% PDB menjadi 2,5% PDB dengan penambahan nominal defisit dari rencana awal Rp307,2 triliun menjadi RP427,2 triliun.

Di tengah defisit dan kebutuhan belanja yang membayangi tersebut, realisasi pembiayaan utang tercatat masih rendah.

Realisasi pembiayaan utang per Februari 2020 masih mencapai Rp115,6 triliun atau 32,8% dari target APBN 2020 sebesar Rp351,9 triliun.

DIbandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pembiayaan utang kala itu tercatat sudah mencapau Rp199,5 triliun atau 55,5% dari target APBN 2019 yang mencapai Rp359,3 triliun. Dengan ini, realisasi pembiayaan utang per Februari 2020 tercatat terkontraksi -42,1% (yoy).

Jumlah sisa lebih pembiayaan anggaran per Februari 2020 hanya sebesar Rp50,1 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan Februari 2019 lalu dimana sisa lebih pembiayaan anggaran mencapai Rp144,3 triliun.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai utang luar negeri bagaimanapun adalah solusi bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan.

Selain berfungsi menutup defisit, utang luar negeri berdenominasi asing tersebut juga bisa menjadi solusi atas stabilisasi nilai tukar rupiah yang saat ini terus merosot.

"Utang luar negeri menjadi pilihan karena bisa membantu meningkatkan cadangan devisa yang dibutuhkan untuk stabilisasi nilai tukar," ujar Piter, Senin (23/3/2020).

Akibat kepanikan investor dan risiko ketidakpastian akibat Covid-19, penerbitan SBN masih belum mungkin untuk dijadikan pilihan dalam rangka memenuhi kebutuhan pembiayaan.

Per Februari, penerbitan SBN secara neto tercatat masih sebesar Rp113,9 triliun, terkontraksi -42,2% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya dimana penerbitan SBN mencapai Rp197,1 triliun.

"Di tengah kepanikan investor akibat ketidakpastian sekarang ini instrumen SBN berkembang tidak menjadi pilihan," kata Piter.

Saat, ini sudah bukan waktunya bagi pemerintah untuk memilih-milih opsi pembiayaan dan mengutamakan pembiayaan dengan bunga rendah, yang terpenting adalah segera mendapatkan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhamad Wildan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper