Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dear Pemerintah, Kartu Prakerja tak Sanggup Redam Dampak Ekonomi Corona

Kartu pra-kerja saja rupanya gak cukup untuk membantu masyarakat kelas menengah ke bawah khususnya yang menjadi korban pemutuhan hubungan kerja akibat Virus Corona atau Covid-19.
Ilustrasi/blkcilegon.blogspot.com
Ilustrasi/blkcilegon.blogspot.com

Bisnis.com, JAKARTA -  Pemerintah pada Jumat (20/3/2020) resmi meluncurkan Kartu Prakerja sebagai solusi alternatif bagi masyarakat yang terdampak Virus Corona atau Covid-19 untuk mendapatkan skill baru (skilling), meningkatkan keterampilan di bidang yang telah ditekuni (upskilling), atau di bidang yang baru (reskilling).

Namun, Kartu Prakerja saja rupanya tak cukup untuk membantu masyarakat kelas menengah ke bawah khususnya yang menjadi korban pemutuhan hubungan kerja akibat Virus Corona atau Covid-19.

Ekonom INDEF Abra Talattov justru menanggap peluncuran kartu pra-kerja oleh pemerintah tidak tepat timing-nya. Alih-alih menggunakan anggaran Rp10 triliun untuk kartu pra-kerja yang hanya bisa dinikmati oleh 2 juta orang saja, lebih baik dana tersebut dialokasikan untuk bantuan sosial bagi pekerja khususnya pekerja informal dan harian.

Belum lagi, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan kalau kartu pra-kerja ini tidak membantu orang untuk bisa mendapatkan pekerjaannya. Hanya untuk upskilling, melengkapi keahlian para pencari kerja.

“Ya pertama memang kartu pra kerja ini sebetulnya gak tepat waktunya sekarang. Bahkan pemerintah sendiri bilang kalau dengan kartu pra kerja pemerintah gak menjamin dapat pekerjaan. Justru dengan Rp10 triliun itu gak efektif, mubazir. Yang perlu dipertimbangkan apakah angagran Rp10 triliun bisa dialokasikan sebagai bantuan sosial bagi pekerja di semua sektor khususnya pekerja di sektor pariwisata, sektor industri yang mengalami pengurangan pekerja,” kata Abra, Jumat (20/3/2020).

Selain para pekerja tersebut, dana Rp10 triliun itu juga bisa  digunakan untuk membantu pekerja informal di sektor UMKM. Namun, Abra mengakui ‘nasi sudah menjadi bubur’, sehingga ketimbang menyesalkan alokasi dana yang gak tepat, lebih baik pemerintah segera melakukan perubahan APBN untuk menangani Covid-19 dan bantalan sosial bagi masyarakat. Jika terlalu lama prosesnya, Presiden bisa mengeluarkan Pepres.

Apalagi dia memprediksi pemerintah akan terdorong untuk melakukan lockdown wilayah, dimulai dari DKI Jakarta. Pasalnya, sampai saat ini instruksi pemerintah masih setengah hati.

Di satu sisi menyuruh orang untuk diam dirumah, work from home hingga belajar dari rumah.  Di sisi lain, masih ada orang yang harus keluar rumah untuk mencari nafkah. Artinya, sikap pemerintah yang belum jelas ini seperti membiarkan pada para pekerja informal dan harian ini untuk ‘mati di jalan’.

“Jadi yang paling dibutuhkan masyarakat saat ini ya kebutuhan sehari-hari. Apalagi pemerintah juga akan terdorong melakukan karantina wilayah seperti Jakarta, toh sampai sekarang Pemerintah masih angkat tangan soal nasib pekerja informal dan harian padahal dalam UU karantina kan pemerintah wajib menjamin. Jangan sampai pemerintah setengah hati, di satu sisi menyuruh di rumah tapi masih ada orang yang harus keluar rumah untuk cari nafkah, artinya dia dikorbankan untuk mati di jalan.”

Menurutnya, di tengah situasi krisis pendemi ini, pemerintah seharusnya tidak bekerja sendirian dan menggandeng swasta dan juga para ‘orang kaya’ untuk melakukan filantropi. Khususnya untuk ketersediaan alat perlindungan diri (APD) seperti masker, handsanitizer, hingga antiseptic yang kini cukup langka didapatkan.

Sementara itu, Ekonom CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan selain kartu pra kerja, yang masih diragukan efektivitasnya, pemerintah perlu memberikan bantuan langsung kepada para pekerja informal dan harian, kelas menengah ke bawah hingga pekerja di sektor UMKM. Bisa berupa tunai atau non tunai.

Tentu saja, sebelum memberikan bantuan langsung, pemerintah harus lebih dahulu memperbaiki sistem distribusinya, dalam hal ini data penerimanya. Sebab selama ini selalu tidak tepat sasaran.

“Kalau yang PHK dengan kartu pra kerja plus kalau yang menurun dengan pendapatannya dengan bantuan langsung,” kata Faisal.

Selain itu, iuran BPJS Kesehatan juga perlu dilonggarkan, jika perlu ditangguhkan seperti iuran BP Jamsostek.

“Ya sebetulnya semua komponen biaya hidup yang bisa diatur oleh fiskal semestinya dilonggarkan. Mulai dari pajak, terutama mereka yang masuk ke sektor formal menengah ke bawah. Kemudian penurunan BBM dan tarif listrik karena minyak dunia juga turun, jadi memungkiunkan. Karena ini dampaknya untuk mempertahankan daya beli.”

Sekjen Organisasi Seluruh Pekerja Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menuturkan ada tiga hal yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk bantalan sosial bagi para pekerja.

Pertama, bantuan untuk pekerja informal yang memang punya masalah dengan daya belinya. Wabah ini pastinya menekan pendapatan mereka karen ekonomi lagi lesu.

“Bantuan ini bisa dalam bentuk subsidi untuk membeli kebutuhan pokok, pemda yang harus berperan,” kata Timboel.

Kedua, untuk pekerja formal diberikan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan sebagainya ketika mereka kerja di tempat kerja.

“Tentunya pemerintah bisa kerja sama dengan perusahaan dan BPJS Ketenagakerjaan, demikian juga dengan pekerja informal.”

Ketiga, selain pelatihan angkatan kerja yang mau berusaha sendiri setelah mengikuti pelatihan maka hendaknya bisa diberikan akses permodalan dari KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan bunga rendah.

Terkait dengan kartu pra kerja, dia menilai kebijakan itu kurang efektif. Pasalnya kartu pra kerja hanya mengakomodir 2 juta orang, sedangkan saat ini angka pengangguran terbuka mencapai 7 juta orang lebih.  Belum lagi, akibat krisis covid-19 membuat para pekerja harian, informal dan juga pekerja di sektor pariwisata terpaksa kehilangan pekerjaannya.

“Saya kira dana Rp10 Triliun memang harus ditambah mengingat tingkat pengangguran terbuka sudah 7 juta orang, pertumbuhan angkatan kerja 2,5 juta per tahun dan belum lagi adanya PHK karena wabah covid-19.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper