Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu) memproyeksi kinerja produksi jamu tetap bertumbuh pada tahun ini meski perekonomian nasional dan global dalam tekanan.
Ketua Umum GP Jamu Dwi Ranny Pertiwi mengatakan salah satu pendorong pertumbuhan produksi pada tahun ini adalah permintaan global yang semakin meningkat.
Menurutnya, industri jamu pada tahun ini diproyeksi dapat bertumbuh 10 persen, sementara realisasi 2019 kinerja bertumbuh 9 persen.
"Seperti Sido Muncul [PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk.] ekspornya bertambah. [Selain itu, industri jamu] yang kecil-kecil mulai ekspor. Itu pendorognya besar," katanya kepada Bisnis, Rabu (4/3/2020).
Ranny menyatakan pabrikan jamu nasional akan mulai masuk ke pasar Nigeria, Filipina, dan Rusia pada pada kuartal I/2020. Secara regional, benua Afrika dianggap sebagai pasar potensial bagi pabrikan jamu lokal.
Selain pasar global, prospek industri jamu juga datang dari peningkatan serapan di dalam negeri seiring dorongan konsumsi jamu oleh pemerintah. Selain itu, ujarnya, wabah corona juga mendorong konsumsi minuman kesehatan dan jamu.
Untuk meningkatkan produksi, Ranny menyatakan pihaknya akan mengganti haluan penelitian pada tanaman obat. Tahun lalu, Ranny menyatakan penambahan tanaman obat melalui penelitian akan menggenjot produksi jamu di dalam negeri.
"Karena [perekonomian saat] ini lagi susah, untuk saat ini lebih condong ke intensifikasi [penelitian tanaman obat] mau tidak mau. Kalau kami geber [produksi jamu dengan tanaman obat baru], pembelinya ada atau tidak?" ucapnya.
Sebelumnya, GP Jamu telah meminta agar BPOM melakukan penelitian dan uji toxinitas terhadap 30.000 jenis tanaman obat yang ada di dalam negeri. Adapun, jumlah jenis tanaman yang baru dimanfaatkan hingga saat ini hanya sekitar 350 jenis.
Terpisah, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro sebelumnya menyampaikan peneliti tidak harus meneliti semua jenis tanaman untuk dijadikan bahan baku. Oleh karena itu, Bambang menyatakan akan mengarahkan penelitian di bidan farmasi untuk mencari bahan baku obat penyakit tidak menular yang paling banyak mengakibatkan kematian. “Diabetes, misalnya.”
Bambang mengatakan dengan adanya insentif pengurangan pajak super terkait kegiatan riset, sektor swasta diharapkan lebih gencar menyalurkan investasi untuk melakukan penelitian.