Bisnis.com, JAKARTA - Nasib upah minimum yang akan diberlakukan atas sektor industri padat karya masih menggantung. Pasalnya dalam Rancangan Omnibus Law UU Cipta Kerja disebutkan bahwa formulasi upah minimum yang berlaku pada sektor tersebut akan memiliki rumus tersendiri.
Dalam Rancangan Omnibus Law UU Cipta Kerja, pemerintah menambahkan satu pasal terkait pengupahan yakni Pasal 88E yang menyebut bahwa upah minimum sektor industri padat karya ditetapkan tersendiri oleh gubernur.
Ketentuan lebih lanjut mengenai upah minimum sektor industri padat karya beserta rumus yang digunakan bakal diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP). Pemerintah pun tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai variabel yang bakal digunakan pada ayat penjelas dari Pasal 88E.
Merujuk pada pernyataan pihak Kemenko Perekonomian tahun lalu, pemerintah bakal membedakan upah minimum yang berlaku pada sektor padat modal dengan industri padat karya.
Untuk sektor industri padat karya, variabel produktivitas bakal turut diperhitungkan dalam menentukan upah minimum sehingga apabila sektor industri padat karya menghasilkan produksi yang tinggi maka upah akan turut meningkat sesuai dengan produktivitas tersebut.
Upah atas sektor industri padat karya tidak bisa disamakan dengan sektor padat modal karena tenaga kerja yang dibutuhkan oleh sektor padat modal memiliki skill yang lebih tinggi dibandingkan sektor industri padat karya.
Ketika ditanya, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Bambang Adi Winarso mengatakan bahwa penghitungan dari upah minimum sektor industri padat karya bakal turut memperhitungkan produktivitas. "Seingat saya itu terkait produktivitas," kata Bambang, Senin (24/2/2020).
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang pun mengatakan upah minimum sektor industri padat karya dimungkinkan untuk lebih rendah dari sektor padat modal.
"Ya mungkin bisa saja begitu, kalau tidak kan tidak mungkin dilakukan perbedaan karena ini kan untuk membantu sektor-sektor padat karya yang banyak pekerja di sana," kata Haiyani, Senin (24/2/2020).
Namun, Haiyani tidak mengkonfirmasi apakah produktivitas juga akan turut diperhitungkan dalam menentkan upah minimum bagi sektor industri padat karya. "Sedang kami lakukan pembahasan jadi belum bisa saya sampaikan," katanya.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan bahwa upah minimum yang diatur khusus bagi sektor industri padat karya diperlukan dalam rangka mengakomodasi angkatan kerja yang memiliki skill rendah.
Harapannya, dengan upah minimum khusus semakin banyak angkatan kerja yang terserap serta mengakomodir kebutuhan industri padat karya yang banyak mengalami gulung tikar.
"Meskipun begitu kita tetap berfikir bagaimana upah yang kita atur itu mengakomodir perlindungan sosialnya," ujar Ida, Senin (24/2/2020).
Lalu, apakah ini berarti sektor industri padat karya bakal mendapat upah minimum lebih rendah dibandingkan sektor padat modal ataupun UMP yang diusulkan dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi daerah? Terkait hal ini, Ida tidak menerangkan terlalu banyak.
"Kita belum bicara pada PP. Kita mesti mendata dulu berapa industri padat karya yang tidak mampu. Tidak bisa digebyah uyah semuanya tidak mampu," ujar Ida.
Bahkan, Ida mengatakan pihaknya masih belum menentukan industri mana saja yang akan dikategorikan sebagai industri padat modal yang upah minimumnya diatur secara khusus.
Satgas Omnibus Law UU Cipta Kerja juga masih belum memiliki masukan khusus mengenai upah minimum sektor padat karya.
Ketua Umum Kadin sekaligus Ketua Satgas Omnibus Law UU Cipta Kerja Rosan Roeslani mengatakan pihnya masih sibuk mengawal Omnibus Law, bukan aturan turunannya.
Namun, Rosan mengatakan bahwa memang idealnya upah minimum atas sektor padat karya seharusnya diperlakukan berbeda dengan upah minimum sektor padat modal. "Iya betul [idealnya seperti itu]," ketika ditanya Bisnis, Senin (24/2/2020).