Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Presiden Jokowi : Inklusi Keuangan Indonesia Masih Rendah

Presiden Joko Widodo menilai indeks literasi keuangan di Tanah Air masih tergolong rendah. Posisi Indonesia dalam soal ini berada di bawah negara-negara tetangga.
Peserta mengikuti permainan literasi keuangan dengan board games di acara final FWD Olympic 2017 di Jakarta, Kamis (23/11)./JIBI-Abdullah Azzam
Peserta mengikuti permainan literasi keuangan dengan board games di acara final FWD Olympic 2017 di Jakarta, Kamis (23/11)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menilai indeks literasi keuangan di Tanah Air masih tergolong rendah. Posisi Indonesia dalam soal ini berada di bawah negara-negara tetangga.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) indeks literasi keuangan pada 2019 mencapai 38,03 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan survei yang sama pada 2016, yakni 29,7 persen. Indonesia juga mencatat kenaikan indeks inklusi keuangan dari 67,8 persen pada 2016, menjadi 76,19 persen pada tahun lalu.

“Di Singapura, telah mencapai 98 persen [inklusi keuangan], kita tadi masih di angka 76 persen. Malaysia 85 persen, Thailand 82 persen. Artinya kita masih di bawah mereka sedikit," kata Presiden saat memimpin rapat terbatas Strategi Nasional Keuangan Inklusif, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Hal itu disampaikan dalam keterangan resmi yang diterima Rabu (29/1/2020).

Oleh karena itu, Presiden Jokowi mendorong lembaga keuangan, terutama perbankan, untuk mengadakan sejumlah program peningkatan inklusi keuangan dan mengembangkan lebih jauh produk dan kualitas layanan mereka di Indonesia.

Presiden Jokowi menilai saat ini kebiasaan masyarakat telah berubah seiring dengan perkembangan teknologi. Lembaga keuangan harus melihat hal tersebut dengan memfokuskan pada layanan digital berbasis internet. 

“Hal ini juga didukung oleh tingkat penetrasi pengguna internet yang relatif tinggi yaitu 64,8 persen atau kurang lebih sekarang 170 juta orang dari total populasi penduduk Indonesia,” kata Presiden.

Kondisi tersebut pun menjadikan perusahaan finansial berbasis teknologi (tekfin) dapat menjadi opsi pembiayaan yang mudah dan cepat.

Presiden menyebutkan outstanding pinjaman kredit tekfin Rp12,18 triliun atau naik 141 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) per November 2019.

Lebih jauh, orang nomor satu di Indonesia ini juga melihat potensi pengembangan industri keuangan non-bank. Presiden menginstruksikan agar sektor-sektor seperti asuransi, pasar modal, pegadaian, dana pensiun, dan lain sebagainya melakukan pendalaman.

Tak kalah penting, perlindungan bagi nasabah atau konsumen yang menimbulkan rasa aman dan nyaman dalam menggunakan layanan keuangan patut dijaga dan terus ditingkatkan. "Kepercayaan masyarakat merupakan hal yang penting dan mutlak bagi keberlangsungan industri jasa keuangan," kata Jokowi.

Sementara itu, industri perbankan pada tahun lalu mencatat perlambatan pertumbuhan kredit yang signifikan. Per Desember 2019, otoritas mencatat fungsi intermediasi tumbuh 6,08 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Padahal pada tahun sebelumnya penyaluran dana perbankan kepada pihak ketiga tumbuh dua digit atau 11,82 persen yoy

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Khadafi
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper