Bisnis.com, JAKARTA— Tren kenaikan nilai tukar pada kuartal terakhir belum bisa menjadi ukuran daya beli petani meningkat. Pasalnya, harga barang dan jasa yang dikonsumsi petani juga diproyeksi mengalami kenaikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) Desember 2019 naik 0,35% secara bulanan, yaitu dari 104,10 menjadi 104,46 pada bulan Desember 2019.
Ketua Forum Komunitas Statistik Bustanul Arifin mengatakan NTP tidak bisa menjadi satu-satunya indikator untuk menentukan peningkatan daya beli petani, sehingga perlu ditambah dengan indikator lainnya sepeti inflasi, ketimpangan dan angka kemiskinan. Bahkan, menurutnya inflasi sendiri juga tidak serta merta merepresentasikan daya beli.
“Tapi ini salah satu proxy dari segala macam ukuran dan kita punya proxy yang baik seperti ini juga harus dipergunakan dengan baik,” kata Bustanul kepada Bisnis, di kantor Badan Pusat Statistik Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Menurutnya, indikator-indikator lain diperlukan lantaran NTP tidak bisa memotret secara langsung stuktur pasar. Apalagi, jika pasar dikuasa oleh tengkulak maka akan sulit terbaca dari NTP. Bahkan, saat terjadi perubahan harga di tingkat konsumen tidak langsung dinikmati oleh petani.
“Masih ada fenomen itu di pertanian, secara implisit ada struktur pasar di situ. Kalau istilah saya elastisitas transmisinya rendah, makanya tidak dinikmati petani,” kata Bustanul.
Baca Juga
Agar mengukur secara akurat keterkaitan dengan daya beli petani, dia menyarankan menggunakan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP). Pasalnya, NTUP langsung dikhususkan untuk pertanian, sedangkan di NTP semua barang yang dikeluarkan oleh petani masuk perhitungan.
Dia menilai memang perlu memotret rinci NTP secara umum, namun menurutnya membaca persektor akan lebih baik. Mengingat, pergerakan harga pangan, hortikultura berbeda dengan perkebunan
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, kenaikan NTP tersebut disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani (lt) naik 0,59% atau lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (lb) sebesar 0,24%.
“Ini berarti indeks harga hasil produksi pertanian mengalami kenaikan yang lebih besar daripada kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian,,” ujar Suhariyanto
Kenaikan NTP pada bulan Desember 2019 dipengaruhi oleh naiknya NTP pada subsektor tanaman pangan (NTPP) dengan kenaikan 0,16%, tanaman perkebunan rakyat (NTPR) yang naik 1,61%, dan perikanan (NTNP) yang naik 0,42%.
NTPP pada Desember 2019 meningkat disebabkan oleh kenaikan lt sebesar 0,44% atau lebih tinggi dari kenaikan lb yang sebesar 0,28%. Peningkatan lt ini disebabkan oleh peningkatan kelompok padi sebesar 0,38% dan palawija khususnya komoditas jagung dan kacang tanah yang sebesar 0,67%.
Peningkatan lb dikontribusi oleh kenaikan indeks kelompok konsumsi rumah tangga (IKRT) yang sebesar 0,31% dan kelompok biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) sebesar 0,18%.
Sementara NTPR yang naik disebabkan oleh hasil produksi yang naik sebesar 1,74% atau lebih tinggi dari peningkatan keperluan petani yang sebesar 0,12%. Peningkatan lt ini disebabkan oleh naiknya indeks kelompok tanaman perkebunan rakyat khsusnya kelapa sawit dan karet yang sebesar 1,74%.