Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Oxfam: Ketimpangan Ekonomi Dunia di Luar Kendali

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan menjelang pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Oxfam mengatakan bahwa pemerintah telah lalai mengenakan pajak bagi para individu dan korporasi kaya, pada saat yang sama tidak menyediakan cukup pendanaan pada layanan publik.
CEO Facebook Mark Zuckerberg bersaksi di depan sidang Komite Energi dan Perdagangan DPR AS mengenai penggunaan dan perlindungan data pengguna Facebook, di Capitol Hill di Washington, 11 April 2018./Reuters
CEO Facebook Mark Zuckerberg bersaksi di depan sidang Komite Energi dan Perdagangan DPR AS mengenai penggunaan dan perlindungan data pengguna Facebook, di Capitol Hill di Washington, 11 April 2018./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Menurut sebuah badan amal asal Inggris, Oxfam, 1% orang terkaya di dunia memiliki lebih dari dua kali lipat kekayaan dari seluruh umat manusia. Mereka menyerukan agar pemerintah mengadopsi kebijakan yang dapat menghapus ketimpangan.

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan menjelang pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Oxfam mengatakan bahwa pemerintah telah lalai mengenakan pajak bagi para individu dan korporasi kaya, pada saat yang sama tidak menyediakan cukup pendanaan pada layanan publik.

Laporan berjudul 'Time to Care' ini juga menggarisbawahi disparitas ekonomi berdasarkan gender, mengutip bahwa perempuan dewasa dan anak-anak dibebani dengan tanggung jawab yang tidak proporsional, khususnya untuk pekerjaan di sektor jasa, dan lebih sedikit peluang ekonomi.

"Ketimpangan ekonomi telah menjadi di luar kendali, dengan 2.153 miliarder memiliki kekayaan lebih dari 4,6 miliar orang pada 2019," tulis laporan tersebut, dikutip melalui Bloomberg, Senin (20/1/2020).

CEO Oxfam India Amitabh Behar mengungkapkan bahwa ekonomi yang sedang terpuruk dimanfaatkan untuk mengisi pundi-pundi kekayaan para miliarder dan bisnis besar dengan mengorbankan rakyat biasa.

"Tidak heran jika orang-orang mulai mempertanyakan apakah [status] miliarder seharusnya ada," tambahnya.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg, tiga orang terkaya di dunia telah mengumpulkan kekayaan total sebesar US$231 miliar selama 1 dekade terakhir.

CEO Facebook Mark Zuckerberg, orang terkaya kelima di dunia, mencatatkan pertumbuhan kekayaan tertinggi tahun lalu, dengan keuntungan bersih sekitar US$6 miliar.

Adapun, CEO Amazon.com Inc Jeff Bezos masih mengklaim posisi teratas dengan kekayaan bersih US$116 miliar.

Bloomberg Wealth mengungkapkan bahwa total kekayaan 20 miliarder teratas telah berlipat ganda dari US$672 miliar menjadi US$1.397 miliar sejak 2012.

"Jika orang biasa menghemat US$10.000 per hari sejak piramida di Mesir dibangun, dia masih hanya memiliki seperlima dari rata-rata kekayaan lima besar miliarder dunia," menurut Oxfam.

Para kritikus Oxfam telah menganggap statistik ketimpangan dari badan amal ini menyesatkan dan menunjukkan bahwa mereka secara drastis melebih-lebihkan skala masalah yang sebenarnya.

Namun, organisasi tersebut telah berulang kali mempertahankan analisisnya dan menentang tuduhan tersebut.

Statistik tahunan Oxfam merujuk padalaporan Global Wealth dari Credit Suisse, yang menurut Oxfam sendiri memiliki kualitas data yang buruk dan bahkan mungkin meremehkan skala kesenjangan kekayaan.

Mengutip penelitian Bank Dunia, Oxfam mengatakan, mengurangi kesenjangan ekonomi akan memiliki efek lebih besar pada penurunan kemiskinan ekstrem daripada hanya bergantung pada pertumbuhan ekonomi.

"Analisis itu menunjukkan bahwa jika negara mengurangi ketimpangan pendapatan sebesar 1% setiap tahun, 100 juta orang lebih akan hidup dalam kondisi yang lebih baik pada tahun 2030," katanya.

Angka-angka dari Bank Dunia menunjukkan kemiskinan ekstrim telah menurun secara drastis dalam 2 dekade terakhir. Mereka menunjukkan jumlah orang yang hidup dengan kurang dari US$1,90 per hari menurun sebesar 1,1 miliar jiwa dari tahun 1990.

Meski demikian, Bank Dunia juga memperingatkan bahwa pengurangan kemiskinan telah melambat atau bahkan berbalik di beberapa negara.

736 juta orang masih hidup dalam kemiskinan ekstrem pada tahun 2015, lebih dari setengahnya berada di Afrika Sub-Sahara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper