Bisnis.com, JAKARTA — Langkah pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk memangkas jatah impor minyak mentah PT Pertamina (Persero) dianggap tepat untuk memangkas defisit neraca perdagangan.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan kebijakan pemerintah memangkas jatah impor crude oil Pertamina hingga 8.000 barel per hari (bph) atau 30 juta barel per tahun merupakan kebijakan lanjutan sebelumnya.
Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri, pertamina dan badan usaha pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi wajib mengutamakan pasokan minyak bumi yang berasal dari dalam negeri.
Demikian juga kontraktor atau afiliasinya wajib menawarkan minyak bumi bagian kontraktor kepada Pertamina dan/atau badan usaha pemegang Izin Usaha Pengolahan Minyak Bumi.
"Orientasinya kan memang perbaikan neraca perdagangan. Dengan adanya modifikasi kilang yang sudah dilakukan, Pertamina dapat memproduksi minyak yang diserap dalam negeri," katanya kepada Bisnis.com, Selasa (14/1/2020).
Hanya saja, Komaidi menyarankan pemerintah dan Pertamina dapat berkomunikasi dengan baik agar tidak mengganggu kerja sama bisnis dengan pihak lainnya. Hal ini terkait kontrak yang sudah terjalin antara Pertamina dan trader minyak di luar negeri.
Baca Juga
"Untuk urusan bisnis bisa diatasi, komitmennya dijadwalkan ulang, tetap beli tapi tidak diserap saat ini. Paling tidak sambil menunggu neraca dagangnya lebih,” tuturnya.