Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya memacu daya saing industri baja nasional melalui pembuatan basis data penawaran-permintaan baja nasional dan efisiensi energi dalam produksi baja.
Kemenperin menyatakan hal terebut akan meningkatkan utilitas dalam negeri dengan tumbuhnya penggunaan baja lokal.
“Saya masukkan seluruh produksi dalam negeri itu berbentuk sistem database. Jadi, orang mau impor, proses assesment-nya nanti di dalam sistem informasi baja nasional, Sibana namanya. Itu kami lakukan untuk meningkatkan utilitas,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Harjanto, Senin (6/1/2020).
Harjanto mengatakan pihaknya akan fokus untuk memasukkan data mengenai industri baja. Setidaknya ada 45.000 jenis baja yang terangkum dalam 180 pos tarif ayng akan dimasukkan dalam data base tersebut. Setelah rampung, Kemenperin juga akan mengembangkan database tersebut ke produk turunan baja.
Harjanto mengatakan pihaknya akan mengubah status limbah beracun dan berbahaya (B3) pada slag untuk menurunkan biaya produksi. Menurutnya, pengubahan status slag dapat meningkatkan daya saing pabrikan baja lantaran dapat menjadi produk sampingan (byproduct) sebagai bahan baku pupuk, semen, maupun aspal.
Kemenperin juga bakal meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam proses produksi. Menurut Harjanto, tingginya penggunaan energi menjadi salah satu rendahnya daya saing baja lokal. Oleh karena itu , Harjanto mengusulkan agar pabrikan baja lokal melakukan integrasi dari hulu ke hilir untuk menghemat penggunaan energi.
“Kita harus punya pabrik baja terintegrasi—kayak di Morowali—lebih banyak. Kalau terintegrasi energy cost-nya lebih efisien. Sekarang pabirk-pabrik baja kita tidak terintegrasi karakternya. Padahal di negara lain terintegrasi, ini yang membuat pabrik baja mereka sangat efisien,” ujarnya.