Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) pesimistis mampu merealisaikan produksi hingga 6.000 unit alat berat sepanjang 2019, kendati target itu sebelumnya sudah disesuaikan.
Sebelumnya, Hinabi bahkan mematok target produksi 7.000 unit alat berat pada tahun ini. Target itu direvisi dengan menimbang realisasinya yang hingga kuartal III/2019 baru mencapai 4.688 unit alat berat.
Jamaluddin, Ketua Hinabi, mengatakan pihaknya masih menghitung data realisasi produksi industri alat berat. Kendati begitu, dia pesimistis realisasinya mampu mencapai 6.000 unit pada akhir kuartal IV/2019.
"[Target 6.000 unit alat berat], pesimistis untuk tercapai," katanya kepada Bisnis, Selasa (31/12/2019).
Jamaludin memperkirakan realisasi produksi pada kuartal terakhir tahun ini akan berada di bawah ekspektasi. Realisainya cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya.
Menurutnya, faktor penyebab yang sama masih mengadang produksi alat berat, yaitu kondisi industri pertambangan yang belum membaik.
"[Kendalanya masih sama], kuartal IV cenderung menurun," katanya.
Jamaludin sebelumnya mengatakan bahwa Hinabi sebenarnya mematok target hingga 70% - 80% dari kapasitas produksi yang mencapai 10.000 unit setahun. Namun, pihaknya realistis dengan melihat realisasi produksi hingga kuartal III/2019.
Berdasarkan data Hinabi, pada triwulan III/2019 produksi alat berat tercatat sebesar 4.688 unit. Bila dirinci, maka pada periode yang sama produksi dump truck masih mendominasi, yakni sebesar 4.210 unit, sedangkan bulldozer mencapai 371 unit.
Selebihnya, produksi alat berat hingga akhir kuartal III/2019 berasal dari 58 unit hydraulic excavator dan 49 unit motor grader.
Jamaluddin menjelaskan kinerja produksi atau penyerapan alat berat itu sangat dipengaruhi oleh pasar pertambangan yang menurun sejalan dengan harga komoditas, khususnya batu bara yang kurang baik. Padahal, pertambangan menjadi sektor yang menyerap alat berat besar, terutama dump truck dan hydraulic excavator, dalam jumlah besar.