Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembangan Benih Padi Hibrida Jalan di Tempat

Pengembangan dan produksi benih padi hibrida di dalam negeri dinilai pelaku usaha masih jalan di tempat. Kondisi cuaca pun turut menjadi kendala produksi benih padi dengan sifat unggul tersebut. 
Petani memanen padi di areal persawahan kawasan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/1/2019)./Bisnis-Rachman
Petani memanen padi di areal persawahan kawasan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/1/2019)./Bisnis-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Pengembangan dan produksi benih padi hibrida di dalam negeri dinilai pelaku usaha masih jalan di tempat. Kondisi cuaca pun turut menjadi kendala produksi benih padi dengan sifat unggul tersebut. 

Ketua Umum Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) Ricky Gunawan mengemukakan bahwa sejumlah perusahaan masih menghadapi kesulitan dalam memproduksi benih hibrida generasi pertama (F1). Dia menyebutkan produksi benih setiap untuk setiap hektare berada di bawah volume ideal. 

“Ada beberapa produsen yang mencoba membawa padi hibrida ke Indonesia untuk memproduksi F1 nya itu masih kesulitan, karena mungkin adaptasi cuaca dan kondisi cuaca di Indonesia tidak sama dengan negeri asalnya. Induk padi hibrida sendiri berasal dari China,” kata Ricky ketika dihubungi Bisnis, akhir pekan lalu. 

Padi hibrida merupakan hasil persilangan dari dua induk yang mampu menunjukkan sifat superior atau efek heterosis. Akan tetapi, efek heterosis ini akan hilang pada generasi berikutnya dan hanya terlihat pada generasi pertama (F1). 

Dengan kondisi ini, benih yang dihasilkan padi hibrida (F2) tidak dapat digunakan sebagai benih untuk musim tanam berikutnya. “Jika F1 diimpor dan ditanam, produktivitasnya baik. Padinya oke. Yield-nya lebih tinggi. Tapi jika memproduksi benihnya itu kami masih menghadapi kendala. Luas 1 hektare acuannya minimal 2,5 ton benih, tapi di sini maksimal 1 ton. Jadi segi ekonomis tidak cocok dan tidak cukup menutup biaya produksi,” jelas Ricky. 

Dengan potensi produktivitas yang bisa mencapai 10 ton per hektare, dia menjelaskan minat petani untuk menanam padi hibrida sejatinya tinggi. Namun, keterbatasan pasokan serta dihentikannya izin impor benih F1 untuk tujuan komersial berdampak pada sedikitnya lahan yang ditanami. 

“Tahun lalu, kami diberi 3 tahun untuk uji coba. Kami boleh impor dalam 3 tahun itu sembari kami coba untuk produksi benihnya di dalam negeri. Setelah 3 tahun pemerintah akan stop impor benihnya. Kira-kira kalau produsen sanggup memproduksi benih F1-nya silakan dilanjutkan, tetapi jika tidak sanggup, dari segi ekonomi produksi benihnya tidak cocok, maka mereka akan stop [impornya].” 

Pemasukan benih padi hibrida akhirnya memperoleh lampu hijau dari pemerintah usai dikeluarkannya Permentan Nomor 40/2019 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian. Dalam aturan tersebut, impor benih hibrida diperkenankan untuk keperluan riset dan pengembangan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper