Bisnis.com, JAKARTA - PT Angkasa Pura II (Persero) optimistis mampu meningkatkan kinerja bisnis PT Gapura Angkasa yang merupakan perusahaan jasa penunjang kebandarudaraan (ground handling).
Direktur Utama Angkasa Pura (AP) II Muhammad Awaluddin mengatakan hal tersebut sesuai dengan rencana Menteri BUMN Erick Thohir yang ingin mengembalikan model bisnis setiap perusahaan negara sesuai dengan inti usahanya.
Selama ini, Gapura merupakan anak usaha dari PT Garuda Indonesia Tbk., yang bergerak di bidang penerbangan sebagai bisnis utama. Sementara, Gapura dinilai lebih cocok untuk terintegrasi dengan AP II karena sama-sama bergerak di sektor kebandarudaraan.
"Kami sependapat dengan apa yang disampaikan Pak Menteri BUMN. Itu sudah kami lakukan," katanya kepada Bisnis.com, Senin (2/12/2019).
Dia menjelaskan AP II baru saja selesai menambah porsi kepemilikan saham di PT Gapura Angkasa dari sebelumnya 31,25 persen menjadi 46,62 persen melalui mekanisme rights issue. Adapun, sebelumnya porsi kepemilikan saham lain pada Gapura adalah Garuda (45,62 persen) dan PT Angkasa Pura I (7,76 Persen). Dia menuturkan secara otomatis, pengelola bandara di wilayah Barat Indonesia ini menjadi pemegang saham pengendali di Gapura.
AP II bisa dengan leluasa dalam melakukan inisiatif maupun inovasi terhadap Gapura agar lebih berkembang, misalnya melakukan berbagai ekspansi, di samping mendorong efisiensi dalam operasional maskapai serta kebandaraudaraan.
Awaluddin menjelaskan akan melakukan penyesuaian dan konsolidasi lini usaha antara lini bisnis pengelola bandara (AP II) dengan ground handling operator (Gapura). Konsep yang diusung tersebut dinamakan portfolio alignment.
Fokus ke depan, lanjutnya, adalah mengintegrasikan implementasi Smart and Connected Airport dalam satu ekosistem antara sisi udara (air side) dan sisi darat (land side) operation pada operasi bandara.
Dia berpendapat penambahan kepemilikan saham di Gapura juga merupakan strategi perseroan dalam memperbesar kontribusi pendapatan dari bisnis nonaeronautika. Terlebih, targetnya adalah mampu menyetarakan bisnis nonaeronautika hingga minimal 50% dari total pendapatan.
"Harapannya, seperti yang disampaikan oleh Menteri BUMN bahwa tidak boleh ada overlapping antarlini usaha yang akhirnya menjadi kontraproduktif," ujarnya.
Saat ini, imbuhnya, kontribusi pendapatan nonaeronautika masih sebesar 39 persen dan bisnis aeronautika masih mayoritas sebesar 61 persen.
Adapun, selama ini yang termasuk di dalam bisnis aeronautika adalah pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U), pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U), dan pelayanan jasa garbarata. Sementara itu, bisnis nonaeronautika mencakup sewa ruang, sewa lahan dan konsesi di kawasan bandara.
AP II memiliki strategi meningkatkan kinerja bisnis nonaeronautika antara lain dengan mengejar bisnis baru yang diimplementasikan melalui sejumlah anak usaha. Melalui program sinergi AP II Group, Gapura akan memperluas cakupan portofolionya pada passenger services and operation, infrastructure services, termasuk cargo & special cargo handling.
Anak usaha AP II yang sudah berdiri adalah PT Angkasa Pura Kargo, PT Angkasa Pura Propertindo, PT Angkasa Pura Solusi, dan PT Angkasa Pura Aviasi.
Pada 2018, Gapura beroperasi di lebih dari 55 bandara di Indonesia dan telah menangani sebanyak 80 juta penumpang pesawat dan 59 juta bagasi penumpang, serta mencatatkan tingkat on time performance dari maskapai yang dilayani mencapai 99,44 persen.
Selain ground handling, jasa yang disediakan anak usaha Garuda Indonesia Group ini antara lain jasa pergudangan (warehousing) dan layanan kargo.
Gapura adalah perusahaan patungan yang didirikan pada 26 Januari 1998 oleh tiga BUMN yaitu Garuda, AP I, dan AP II, yang bergerak di bidang usaha jasa ground handling dan kegiatan usaha lainnya yang menunjang usaha penerbangan di bandara.