Bisnis.com, JAKARTA - Produksi industri Singapura secara tak terduga naik pada Oktober, dan menandai lonjakan terbesarnya dalam hampir 1 tahun, sebagai tanda pemulihan bagi ekonomi penentu arah kawasan Asia.
Negara yang bergantung pada perdagangan itu dan ikut terdampak perselisihan tarif antara AS-China yang berkepanjangan itu telah merevisi pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga pada pekan lalu.
Singapura berhasil menghindari risiko resesi yang ditakuti oleh beberapa ekonom setelah kontraksi pertengahan tahun yang tajam.
Data dari Dewan Pengembangan Ekonomi menunjukkan output manufaktur naik 4% pada Oktober dari tahun sebelumnya, dibandingkan dengan kenaikan 0,7% yang direvisi pada September.
Itu jauh lebih tinggi dari penurunan 1,7% yang diprediksi dalam jajak pendapat Reuters, dan menandai kenaikan terbesar sejak November 2018, menurut data Refinitiv.
Pertumbuhan berkelanjutan dalam output obat-obatan, yang naik 29,6% secara tahunan, setelah melonjak 28,2% pada September, dan pemulihan di segmen elektronik, yang naik 0,4% setelah berbulan-bulan melemah, terlihat mendorong kenaikan pada Oktober.
"Ini memperkuat indikasi bahwa siklus penurunan [pemesanan] elektronik sudah berakhir," kata ekonom Maybank Kim Eng, Lee Ju Ye, dikutip melalui Reuters, Selasa (26/11/2019).
Dia menambahkan, pemulihan yang lebih baik dari yang diharapkan akan dipimpin oleh sektor manufaktur, kecuali risiko tarif Trump terhadap impor China diterapkan sesuai dengan jadwal pada Desember.
Finalisasi fase pertama dari kesepakatan perdagangan antara China dan Amerika Serikat diharapkan selesai pada November.
Namun, beberapa sumber mengatakan negosiasi dapat diperpanjang hingga tahun baru karena tarik ulur antara Beijing, yang menekan untuk penghapusan tarif yang lebih luas, sedangkan Washington juga memiliki tuntutannya sendiri.
Pada basis bulan ke bulan, yang disesuaikan secara musiman, produksi industri Singapura naik 3,4% pada Oktober, setelah kenaikan 4% yang direvisi pada September. Perkiraan median dalam jajak pendapat Reuters memprediksi penurunan 0,5%.
Prospek yang lebih baik untuk Singapura, yang akan mengadakan pemilihan dalam beberapa bulan lagi, telah mendorong pemerintah untuk memperketat proyeksi pertumbuhan 2019 ke atas kisaran perkiraan sebelumnya.
Akan tetapi Menteri Perdagangan Chan Chun Sing memilih untuk tetap berhati-hati.
Dalam sebuah posting Facebook pekan lalu dia menyatakan bahwa "terlalu dini" untuk mengatakan yang terburuk mungkin sudah berakhir bagi ekonomi Singapura.
“Perjalanan ke depan masih panjang. Masih banyak ketidakpastian. Singapura dapat dengan mudah dipengaruhi oleh banyak risiko penurunan. Jadi, jangan gegabah,” kata Chan.
Sementara itu, Bank Sentral Singapura melonggarkan kebijakan moneter pada Oktober untuk pertama kalinya dalam 3 tahun guna menopang pertumbuhan yang melambat.