Bisnis.com, JAKARTA – Pelonggaran kebijakan moneter melalui pemangkasan suku bunga di seluruh dunia belum mampu menekan perlambatan ekonomi, Bank Indonesia tempuh jalan relaksasi Giro Wajib Minimum (GWM).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penurunan GWM ini sudah dalam pertimbangan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Dia menyatakan Bank Indonesia melihat berlanjutnya ketegangan hubungan dagang telah berdampak pada ekonomi dunia tahun 2019 yang terus melambat.
Perry memerinci, pertumbuhan ekonomi dunia turun 3,6% pada 2018 menjadi 3,0% pada 2019. Di Amerika Serikat, perang dagang telah menurunkan pertumbuhan ekonomi 2,9% pada 2018 menjadi 2,3% pada 2019.
“Antara lain dengan tertekannya ekspor yang kemudian berdampak pada permintaan domestik investasi non residensial dan konsumsi rumah tangga,” jelas Perry di kantor Bank Indonesia, Kamis (21/11/2019).
Perry menambahkan, tertekannya ekspor dan investasi berdampak ke pertumbuhan ekonomi China, dari 6,6% pada 2018 menjadi sekitar 6,2% pada 2019. Pertumbuhan ekonomi di Eropa, Jepang, India, juga mengalami tekanan.
“Pelonggaran kebijakan moneter berupa penurunan suku bunga dan ekspansi neraca bank sentral di berbagai negara belum mampu mencegah perlambatan ekonomi dunia,” kata Perry.
Sementara itu, pada pasar keuangan global, perkembangan terkini mengindikasikan ketidakpastian pasar keuangan global sedikit mereda sehingga aliran masuk modal asing ke negara berkembang terus berlanjut.
Oleh sebab itu, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 November 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,75%.
“Kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran target, stabilitas eksternal yang terjaga, serta upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat,” sambung Perry.
Perry juga menyatakan bahwa Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 5,5% dan 4,0%, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3,0%, dan berlaku efektif pada 2 Januari 2020.
Dia menjelaskan, kebijakan ini ditempuh guna menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam meningkatkan pembiayaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, strategi operasi moneter juga terus diperkuat untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif
Ke depan, pertumbuhan ekonomi dunia berpotensi sedikit membaik, meskipun risiko ketegangan hubungan dagang AS-China dan kondisi geopolitik perlu terus dicermati karena dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik dan arus masuk modal asing.