Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) mengaku masih belum mampu mengukur dampak langsung dari transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang disalurkan kepada pemerintah daerah (pemda).
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan pihaknya masih mungkin untuk mengontrol kualitas belanja daerah dengan memperketat penyaluran TKDD.
"Kita akan lakukan perbaikan produktivitas TKDD melalui aturan penyaluran, dari syarat itu akan kita bagi outputnya. Jadi harapannya saat setahun kelihatan output dari belanja daerah terkait," ujar Astera, Kamis (14/11/2019).
Sebagai contoh, aturan mengenai penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 139/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus yang mulai efektif pada 2020 jauh lebih rinci dibandingkan dengan PMK sebelumnya yakni PMK No. 50/2017.
Dalam PMK No. 50/2019, Pemda hanya diminta untuk menyetorkan peraturan daerah mengenai APBD, laporan realisasi APBD semester I tahun berjalan, laporan pertanggungjawaban APBD, perkiraan belanja operasi dan belanja modal bulanan, laporan posisi kas bulanan, dan laporan realisasi anggaran bulanan periode dua bulan sebelumnya.
Kali ini, pemda diwajibkan untuk melaporkan realisasi belanja pegawai baik berupa gaji dan tunjangan kepada PNS serta gaji dan pegawai yang diberikan kepada pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.
Data realisasi belanja pegawai tersebut pun harus disetorkan paling lambat dua minggu sebelum penyaluran DAU setiap bulannya.
Untuk pencairan DAU April, pemda perlu menyetorkan laporan belanja infrastruktur tahun anggaran berjalan, laporan pemenuhan indikator pelayanan pendidikan semester II tahun sebelumnya, hingga laporan pemenuhan indikator layanan kesehatan semester II tahun sebelumnya. Laporan tersebut paling lambat disetorkan kepada DJPK pada Februari tahun anggaran berjalan.
Adapun untuk penyaluran DAU Oktober, pemda perlu menyetorkan laporan pemenuhan indikator layanan pendidikan dan kesehatan semester I tahun berjalan paling lambat pada minggu keempat Agustus.
Sebagaimana diketahui, dampak TKDD terhadap pertumbuhan ekonomi regional per 2018 masih tercatat rendah.
Kajian Kementerian PPN/Bappenas menunjukkan bahwa peningkatan TKDD secara agregat sebesar 1% hanya menghasilkan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar 0,016%.
Pada beberapa daerah, DAU justru tercatat malah meningkatkan ketimpangan. Daerag-daera yang dimaksud antara lain seluruh Pulau Jawa selain DKI Jakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, hingga Maluku.
Per kuartal III/2019, nampak bahwa Pulau Jawa masih memberikan konstribusi tertinggi terhadap PDB secara keseluruhan dengan sumbangsing 59,15%.
Lebih lanjut, masih terdapat beberapa daerah yang pertumbuhan ekonomi daerahnya per kuartal III/2019 lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Daerah yang dimaksud antara lain Sumatera yang tumbuh 4,49% serta Maluku dan Papua yang tercatat tumbuh di angka -7,43%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menekankan bahwa program-program yang dianggarkan melalui APBD yang sebagian besarnya bersumber dari TKDD perlu menghasilkan multiplier effect. Hal ini diperlukan dalam menjaga daya tahan Indonesia terhadap dampak perlambatan ekonomi global.
"Daya tahan ini sangat bergantung pada peran pemerintah pusat dan pemda untuk terus mendukung konsumsi rumah tangga melalui instrumen anggaran. Presiden menekankan pemerintah pusat dan pemda harus kompak untuk menjaga itu," ujar Sri Mulyani.
Pada 2020, TKDD yang disalurkan oleh pemerintah adalah sebesar Rp856,9 triliun dengan alokasi DAU tercatat paling tinggi dengan nominal mencapai Rp427,1 trilin.