Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2019 diperkirakan hanya 5,01%.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyatakan prediksi 5,01% terbilang masih cukup realistis pada saat beberapa lembaga dan ekonom memperkirakan justru berpeluang di bawah 5% yakni sekitar 4,9%.
“Saya lihat sampai akhir tahun ini pun masih sekitar 5,01%,” ujar Aviliani di Bursa Efek Indonesia, Senin (4/11/2019).
Aviliani beralasan, sepanjang kuartal III/2019 ini tidak banyak sektor yang bisa memicu pertumbuhan. Apalagi kuartal III/2019 adalah momentum usai pilpres, dan adanya pergantian jajaran kabinet. Kondisi itu, menurutnya, memberi imbas pada beberapa keputusan wait and see dalam bisnis dan investasi.
“Jadi kemungkinan pada kuartal IV nanti baru mulai ada pertumbuhan yang memang regulasi berasal dari kementerian-kementerian,” sambungnya.
Ke depan, Aviliani menilai pertumbuhan ekonomi masih berpeluang tumbuh di tengah potensi resesi global. Salah satu strategi adalah memerinci implementasi dari arah dan tujuan APBN 2020 yang bertolak pada sumber daya manusia (SDM).
“Implementasinya ini yang terkadang bermasalah, sehingga tidak cepat transmisinya kepada pertumbuhan ekonomi,” paparnya.
Aviliani memerinci beberapa kendala lain dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2019 adalah pelemahan pada daya beli. Dia menyebut, pelemahan daya beli masyarakat harus diperkuat terutama untuk masyarakat kelas menengah sampai ke taraf masyarakat berpenghasilan rendah. Misalnya, dengan mengandalkan instrumen bantuan sosial.
“Kelas menengah ini banyak terkendala dengan pengeluaran, jadi seharusnya apa yang disampaikan Pak Jokowi itu bisa ditransmisikan oleh para menteri karena kelas menengah ini yang menjadi problem utama,” pungkasnya.
Oleh sebab itu, beberapa upaya yang bisa dilakukan, kata Aviliani, adalah dengan memberikan insentif kepada perusahaan lama yang bisa berjalan dan tidak melakukan PHK atas karyawannya.