Bisnis.com, YOGYAKARTA - Penguatan kemampuan SDM dalam riset makroprudensial perlu lebih digiatkan agar memperbanyak penelitian pada bidang terkait serta melahirkan makin banyak kebijakan-kebijakan pemerintah berbasis riset.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Departemen Kebijakan Makro Prudensial Bank Indonesia Retno Ponco Windarti di Yogyakarta pada Kamis (31/10/2019) .
Menurutnya, peningkatan kemampuan riset semakin diperlukan seiring semakin beragamnya faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ia mencontohkan kehadiran perusahaan teknologi finansial (tekfin/fintech) di satu sisi mendukung pertumbuhan pembiayaan dan perluasan akses keuangan yang dapat mendukung.
Namun, pada sisi lain, perkembangan ini perlu diawasi dan diatur oleh otoritas terkait. Otoritas yang berwenang perlu memiliki kebijakan-kebijakan yang relevan dan adil bagi para pelaku usaha.
Beragam tantangan yang semakin besar dan kompleks tersebut membuat kebijakan ekonomi yang efektif semakin diperlukan. Pengeluaran kebijakan ini juga harus didukung dengan riset yang baik dan akurat agar mampu menangkap risiko dan peluang yang dihadapi ke depan.
"Riset menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses perumusan. Kebijakan berbasis riset [research based policy] kini menjadi sebuah keniscayaan agar kebijakan yang dihasilkan akurat, tepat waktu dan kredibel," kata Retno.
Sementara itu, Kepala Kajian Makro LPEM Universitas Indonesia Febrio Kacaribu menekankan pentingnya sinergi antara perguruan tinggi yang telah sering melaksanakan riset makroprudensial dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan universitas lain yang belum mengembangkan risetnya pada bidang ini. Mereka dapat menjadi jembatan antara kedua pihak untuk mengembangkan riset makroprudensial.
"Selain itu, dari sisi akademik mereka juga harus membuat topik-topik riset yang relevan dan ditarik kaitannya pada sisi ini [makroprudensial]. Masih banyak bidang-bidang yang belum ada riset makroprudensialnya seperti asuransi dan tekfin," jelas Febri.