Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) optimistis mampu memproduksi hingga 6.000 unit alat berat hingga akhir tahun ini.
Jamaluddin, Ketua Hinabi, mengatakan bahwa pihaknya sebenarnya mematok target hingga 70% - 80% dari kapasitas produksi yang mencapai 10.000 unit setahun. Namun, pihaknya realistis dengan melihat realisasi produksi hingga kuartal III/2019 hanya mencapai 4.688 unit atau turun dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Dengan dua bulan yang tersisa, dia pun menyangsikan target tersebut bisa tercapai. Namun, pihaknya berupaya agar realisasinya masih mampu mendekati target.
"Saya perkirakan 6.000 unit produksi sudah bagus," katanya kepada Bisnis, Selasa (29/10/2019).
Berdasarkan data Hinabi, pada triwulan III/2019 produksi alat berat tercatat sebanyak 4.688 unit. Pada periode itu produksi dump truck masih mendominasi, yakni 4.210 unit, sedangkan bulldozer mencapai 371 unit.
Selebihnya, produksi alat berat hingga akhir kuartal III/2019 berasal dari 58 unit hydraulic excavator dan 49 unit motor grader.
Jamaluddin menjelaskan kinerja produksi atau penyerapan alat berat itu sangat dipengaruhi oleh pasar pertambangan yang menurun sejalan dengan harga komoditas, khususnya batu bara yang kurang baik. Padahal, pertambangan menjadi sektor yang menyerap alat berat besar, terutama dump truck dan hydraulic excavator, dalam jumlah besar.
Sektor lainnya, sambung dia, yakni konstruksi, agrikultur dan kehutanan sebenarnya bertumbuh. Namun, jelas dia, kondisi itu tidak bisa menutupi celah yang ditinggalkan sektor pertambangan.
"Alat berat sangat tergantung dengan mining. Sektor lain tidak bisa menolong itu, karena mining komposisinya sudah 50% sendiri, sedangkan agri sektiar 30%, dan masing-masing 10% untuk konstruksi dan forestry," kata Jamaluddin.
Pada kuartal terakhir 2019, dia optimistis sejumlah sektor selain pertambangan masih bisa berkontribusi lebih. Sektor agrikultur, jelasnya, juga terus meningkat karena secara perlahan mekanisasi pertanian mulai berkembang. Sektor konstruksi juga diyakini terus bertumbuh penyerapan alat beratnya.
"Sebetulnya konsruksi itu bagus, tetapi pembelian alat beratnya untuk pekerjaan ringan sehingga masih awet untuk 3 - 5 tahun pemakaian. Berbeda dengan pertambangan yang turn over alat beratnya tinggi."
Untuk mendukung industri alat berat, Jamaluddin pun mengharapkan dukungan pemerintah. Hinabi berharap pemerintah bisa membatasi impor produk alat berat yang telah mampu diproduksi di dalam negeri.