Bisnis.com, JAKARTA - Segara Anakan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, kini menjelma menjadi kawasan wisata mangrove terlengkap di Indonesia dengan 46 jenis mangrove tersertifikasi. Selain itu, lebih dari 50 jenis magrove telah teridentifikasi dengan aneka ragam flora dan fauna lainnya di kawasan itu.
Sebelumnya, Pertamina Refinery Unit IV Cilacap terus konsisten menanam lebih dari 1,2 juta pohon mangrove dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di wilayah konservasi Laguna Segara Anakan, Dusun Lempong Pucung, Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut.
Unit Manager Comm, Rel & CSR RU IV Cilacap Laode Syarifuddin Mursali mengatakan Pertamina bersama Kelompok Krida Wana Lestari sejak 2016 mengembangkan Arboretum mangrove Kolak Sekancil (Konservasi Laguna Segara Anakan Cilacap) secara berkelanjutan untuk menjaga kelestarian hutan mangrove di wilayah Segara Anakan.
“Pelestarian ekosistem mangrove Kolak Sekancil dilakukan dengan memberdayakan masyarakat sekitar sehingga keberadaan hutan mangrove ini tidak hanya untuk menjaga lingkungan, tetapi juga memberikan pemberdayaan secara ekonomi kepada masyarakat,” ujar Laode dalam siaran pers, Sabtu (26/10/2019)
Selain menjumpai beraneka ragam jenis mangrove di kawasan wisata Kolak Sekancil, Laode mengatakan kawasan ini memiliki 64 jenis burung, 8 jenis mamalia, dan 3 jenis reptil. Di antara itu, terdapat 2 spesies flora dan 12 fauna dengan status konservasi tinggi.
“Keanekaragaman jenis flora dan fauna di Arboretum mangrove Kolak Sekancil juga sering dimanfaatkan menjadi tempat penelitian dan pendidikan bagi generasi muda, terutama pelajar, untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap kelestarian lingkungan,” kata Laode.
Secara konsisten, Pertamina pun bersama masyarakat terus mengembangkan pembibitan berbagai jenis mangrove langka sehingga diharapkan akan lebih banyak jenis mangrove yang bisa diselamatkan. Saat ini pembibitan 4 jenis mangrove langka mulai dilakukan, di samping ada 8 jenis mangrove tersertifikasi.
Dengan kehadiran eduwisata mangrove, kawasan itu mampu menyerap CO2 (karbondioksida) sebesar 41,4 juta pon per tahun dan memproduksi O2 sebesar 224,1 juta pon per tahun. Bahkan, limbah buah mangrove sekitar 95 ton per tahun dimanfaatkan para perajin batik di wilayah ini untuk pewarna alami.
"Jadi, selain melestarikan alam, itu sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” papar Laode.
Pendapatan rata-rata 25% anggota sudah diatas upah minimum kota/kabupaten. Dalam tiga tahun terakhir, pendapatan kelompok meningkat dari Rp114 juta pada 2017 menjadi Rp163 juta (2018) dan Rp183 juta (2019) dengan rata–rata omzet lebih dari 20 juta per bulan.
“Eduwisata mangrove sekarang mampu membuat lapangan pekerjaan untuk 43 orang. Diharapkan eduwisata mangrove ini terus berkembang dan menjadi ikon wisata Kabaputen Cilacap yang dihadiri banyak wisatawan lokal dan mancanegara," ujar Laode.
