Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Demi Omnibus Law, Pemerintah Rombak UU Administrasi Pemerintahan & UU Pemda

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pihaknya sedang berfokus untuk menata kewenangan pemerintah yang tertuang di dua UU yakni UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Online Single Submission dapat diakses di laman http://oss.ekon.go.id/web/.
Online Single Submission dapat diakses di laman http://oss.ekon.go.id/web/.

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah bakal merombak dua UU yang terkait dengan kewenangan dalam rangka memuluskan rencana memuluskan omnibus law perizinan berusaha.

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pihaknya sedang berfokus untuk menata kewenangan pemerintah yang tertuang di dua UU yakni UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi mengatakan bakal ada sekitar 10 hingga 12 dalam UU Pemerintahan Daerah yang akan direvisi dalam UU tersebut.

Lebih lanjut, UU Administrasi Pemerintahan juga akan direvisi karena terkait dengan proses perizinan, pengenaan sanksi, hingga diskresi.

Selain itu, Elen juga mengungkapkan bahwa klausul pembatalan peraturan daerah (Perda) yang dahulu telah digugurkan oleh MK dalam UU Pemerintahan Daerah juga kembali dibahas.

"Kita review bersama porsinya menurut UUD 45. Salah satu solusi menyelesaikan masalah ini adalah mendudukkan kembali persoalan wewenang," ujar Elen, Selasa (17/9/2019).

Setelah menyelesaikan kedua UU tersebut, pemerintah akan bergerak untuk menyisir kurang lebih 72 UU sektor yang mengatur mengenai perizinan.

"Mengenai angkanya berapa UU masih kita sisir terus sehingga berubah-ubah masih angka tentatif tapi kurang lebih sekitar 72 UU," ujar Susiwijono, Selasa (17/9/2019).

Susiwijono mengungkapkan bahwa ide omnibus law perizinan berusaha bukanlah hal yang baru. Hal ini sudah muncul di internal pemerintahan sejak 2018 bahkan sebelum PP No. 24/2018 yang menjadi landasan hukum atas Online Single Submission (OSS) diundangkan.

Adapun OSS selama setahun ini diakui tidak bisa berjalan maksimal karena keberadaan UU sektor. Ketika kementerian dan lembaga (K/L) menyusun norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK), K/L terkait menemukan bahwa UU sektor masih tidak sesuai dengan amanat PP No. 24/2018.

Hal ini ditambah lagi ketika NSPK sudah selesai, masih terdapat peraturan daerah yang tidak sinkron dengan ketentuan di pusat sehingga OSS tidak dapat berjalan secara maksimal.

Ke depannya, sistem perizinan akan berubah dari license approach yang berlaku sekarang menjadi risk based approach.

Untuk saat ini, perizinan di Indonesia cenderung ketat dan banyak persyaratan lalu semakin longgar di standar dan lebih longgar lagi dalam pengawasan.

Melalui omnibus law, sistem perizinan akan terbalik. Proses perizinan akan dipermudah lalu akan semakin ketat dalam standar dan lebih ketat lagi dalam pengawasanannya.

Bahkan, Ellen mengungkapkan bahwa ke depannya bakal ada kegiatan-kegiatan yang tidak lagi memerlukan standar dan hanya mewajibkan pemohon izin untuk mematuhi standar.

"Suatu bidang usaha ketika akan dijalankan sudah punya standar persyaratannya, orang tinggal setuju menjalankan standar itu lalu akan dilakukan post-audit," terang Elen.

Dengan ini, pengawasan atas kegiatan berusaha bakal membutuhkan banyak SDM. Oleh karena itu, pemerintah membuka kemungkinan untuk menggandeng entitas non-pemerintahan yang sudah tersertifikasi untuk melaksanakan pengawasan tersebut.

Apabila omnibus law selesai, Susiwijono menjamin OSS bakal berjalan secara ideal karena ke depannya tidak akan ada lagi tumpang tindih peraturan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Susiwijono mengatakan pemerintah tidak hanya mengerjakan omnibus law perizinan dalam rangka menggenjot investasi

Dia mengatakan bahwa omnibus law perizinan berusaha dikerjakan secara pararel dengan tiga kebijakan lain yakni relaksasi daftar negatif investasi (DNI), NSPK di K/L terkait, hingga perizinan ekspor impor.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper