Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III/2019 Diperkirakan Stagnan

Menurut Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal, peluang angka pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus 5,1% pada kuartal III/2019 cukup berat. Salah satu penyebabnya adalah kenaikan nilai Investasi di Indonesia pada bulan depan akan mandek. Padahal, seharusnya investasi Indonesia meningkat karena periode wait and see investor sudah selesai bersamaan dengan usainya masa pemilu dan lebaran lalu.
Struktur PDB berdasarkan pengeluaran Kuartal IV-2018. Data: BPS
Struktur PDB berdasarkan pengeluaran Kuartal IV-2018. Data: BPS

Bisnis.com, JAKARTA – Meskipun menunjukkan tren positif pada sisi neraca perdagangan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi tetap stagnan pada kuartal III/2019.

Menurut Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal, peluang angka pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus 5,1% pada kuartal III/2019 cukup berat. Salah satu penyebabnya adalah kenaikan nilai Investasi di Indonesia pada bulan depan akan mandek. Padahal, seharusnya investasi Indonesia meningkat karena periode wait and see investor sudah selesai bersamaan dengan usainya masa pemilu dan lebaran lalu.

Faisal menjelaskan, mendeknya nilai investasi di Indonesia disebabkan oleh faktor eksternal yakni perang dagang antara China dan Amerika Serikat. Kondisi ini memunculkan ketidakpastian global yang menyebabkan kegiatan investasi di dunia tertahan.

"Kami prediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III masih berada pada angka 5% hingga 5,05%,“ kata Faisal saat dihubungi pada Senin (16/9/2019).

Sementara itu, Ekonom Kepala Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengatakan, penurunan angka konsumsi rumah tangga pada September akan berimbas pada stagnannya angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada posisi 5,05%.

"Ini karena September tidak ada peristiwa besar apa-apa. Kemarin ada masa lebaran dan pemilu yang mempengaruhi konsumsi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi," kata Lana.

Faisal juga mengatakan, nilai impor bahan baku yang turun merupakan indikasi adanya kontraksi perlambatan produksi, contohnya pada sektor manufaktur. Penurunan ini merupakan gejala perlambatan konsumsi rumah tangga.

"Perlambatan konsumsi rumah tangga bukan hanya disebabkan penurunan permintaan ekspor, tetapi juga dari dalam negeri," jelas Faisal.

Secara keseluruhan, nilai impor mengalami penurunan. Akan tetapi, penurunan bahan baku dan bahan penolong mengalami kontraksi tertinggi bila dibandingkan dengan yang lain.

"Jadi penurunan nilai impor bahan baku lebih merupakan gejala adanya penurunan atau stagnansi pertumbuhan ekonomi," kata Faisal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper