Bisnis.com, LONDON International Energy Agency (IEA) menyatakan meningkatnya tanda-tanda perlambatan ekonomi dan memanasnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China telah menyebabkan pertumbuhan permintaan minyak global pada tahun ini menjadi yang terlambat sejak krisis keuangan 2008.
"Situasi menjadi semakin tak pasti. Pertumbuhan permintaan minyak global sangat lambat pada paruh pertama 2019," tulis IEA dalam laporan bulannya seperti dikutip Reuters, Jumat (9/8/2019.
Lembaga yang bermarkas di Paris tersebut mengatakan dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2018, permintaan minyak global turun 160.000 barel per hari (bph) pada Mei 2019 sekaligus menjadi penurunan bulanan secara year-on-year kedua tahun ini.
Adapun dari Januari hingga Mei 2019, permintaan minyak hanya meningkat sebesar 520.000 barel per hari atau yang terendah sejak 2008.
"Prospek kesepakatan politik antara China dan AS terkait perdagangan telah memburuk. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas perdagangan sekaligus turunnya pertumbuhan permintaan minyak," tutur IEA.
IEA menurunkan perkiraan pertumbuhan minyak global untuk 2019 dan 2020 menjadi masing-masing 1,1 juta dan 1,3 juta bph.
Baca Juga
Adapun IEA menyebutkan China menjadi penopang utama pertumbuhan permintaan pada semester I/2019 sebesar 500.000 bph. Untuk AS dan India, peningkatan permintaannya hanya 100.000 bph.
"Prospeknya rapuh dengan kemungkinan revisi menjadi lebih rendah lagi," tulis IEA.
Sementara itu, pengurangan pasokan dari negara-negara eksportir minyak (OPEC) dan produksi negara non-OPEC yang lambat telah memperketat pasar.
Namun, IEA menilai keseimbangan tersebut hanya bersifat sementara. Pasalnya, produksi minyak dari negara non-OPEC diperkirakan akan kembali berlimpah pada 2020 sebanyak 2,2 juta bph sehingga pasokan akan meningkat cukup tajam.