Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tekanan Harga Karet RI: Mulai Gempuran Penyakit Hingga Kebijakan ITRC

Petani karet di Indonesia dilaporkan banyak mengalami gangguan produksi karena serangan penyakit akar, batang dan daun pohon karet.

Bisnis.com, JAKARTA — Petani karet di Indonesia dilaporkan banyak mengalami gangguan produksi karena serangan penyakit akar, batang dan daun pohon karet.

Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Azis Pane mengatakan hal itu akan membuat pasokan dari produksi karet alam berkurang.

Alhasil, dia tidak terlalu khawatir ketika kebijakan pembatasan ekspor karet mentah dalam kerangka Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) yang diikuti oleh negara anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) berakhir, pasokan di pasar global akan kembali berlimpah sehingga menekan harga komoditas perkebunan itu. 

“Secara umum produksi masih akan terkendali, karena penyakit pohon karet yang melanda sejumlah sentra perkebunan di Indonesia. Memang kesannya harga akan tertolong oleh peristiwa yang negatif, namun setidaknya kejadian ini akan mengendalikan agar stok karet di pasar global tidak terlalu melimpah lagi,” ujarnya kepada Bisnis.com, awal pekan ini.

Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk kembali membantu petani karet agar harga komoditas itu tidak anjlok ke level yang lebih rendah, meskipun saat ini secara tidak langsung sedang tertolong oleh serangan penyakit pohon karet.

Dia mendesak, pemerintah menambah tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk produk penunjang infrastruktur yang menggunakan bahan baku dari karet, seperti bantalan beton dan rel.

Pasalnya, apabila pemerintah masih bergantung kepada kebijakan penggunaan karet alam sebagai campuran aspal jalan raya, maka akan membutuhkan waktu yang panjang untuk diaplikasikan.

“Sekarang Indonesia sudah punya industri yang memproduksi bantalan rel atau beton bangunan. Namun perusahaan yang menggarap proyek infrastruktur masih memilih menggunakan produk bantalan dari impor. Hal seperti ini tidak boleh dibiarkan,” jelasnya.

Terlebih, saat ini, industri pengolaha karet sedang tertekan oleh penurunan permintaan dari industri otomotif di Amerika Serikat, Jepang, Eropa dan China, lantaran terjadinya perang dagang antara Paman Sam dan Negeri Panda.

Adapun, total volume ekspor karet alam yang dikurangi oleh negara anggota ITRC yakni Thailand, Indonesia dan Malaysia dalam kerangka AETS pada tahun ini mencapai mencapai 240.000 ton.

Malaysia sepakat untuk membatasi ekspornya 15.600 ton sementara Thailand sebanyak 126.240 ton dan Indonesia sebanyak 98.160 ton.

Dalam pelaksanaanya, Indonesia dan Malaysia sepakat melaksanakan kebijakan tersebut pada 1 April—31 Juli 2019. Sementara itu, Thailand melaksanakannya pada 20 Mei—20 September 2019. 

Berdasarkan data dari Tokyo Commodity Exchange (TOCOM), harga karet mentah untuk kontrak penjualan Juli 2019 mencapai 229,2 yen/kilogram (kg). Capaian itu naik dari rata-rata pengiriman pada Maret 2019 sebesar 187,4 yen/kg. 

Di sisi lain, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan Kasan Muhri  meyakini apabila terlaksana, penggunaan karet alam sebagai bahan baku campuran untuk proyek infrastruktur nasional akan membantu meningkatkan serapan domestik.

“Saat ini sejumlah upaya sudah ditempuh pemerintah dengan menyiapkan kajian serta penelitian yang lengkap terkait dengan penggunaan karet alam untuk proyek infrastruktur. Selain itu, negara anggota ITRC juga akan terus melakukan pemantauan terkait dengan harga komoditas ini supaya tidak anjlok kembali,” ujarnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor karet mentah Indonesia sepanjang semester I/2019 turun 14,28% secara tahunan menjadi US$1,71 miliar. Penurunan nilai ekspor tersebut salah satunya disebabkan oleh kebijakan AETS yang dilakukan Indonesia tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper