Bisnis.com, JAKARTA --Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santosa Sungkari menuturkan terdapat empat daerah dengan ekosistem ekonomi kreatif terbaik di Indonesia.
Mereka yakni Kabupaten Majalengka di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur, Kota Palembang di Provinsi Sumatera Selatan, dan Kota Malang di Provinsi Jawa Timur.
Menurutnya, keempat daerah tersebut potensial untuk dijadikan tempat pengembangan proyek kota kreatif seluas 5.000 hektare yang dimulai 2019 dan dijadwalkan rampung 2024.
Pembangunan kota kreatif tersebut juga mempertimbangkan tipologi wilayah.
Dia mencontohkan Palembang sangat berpotensi sebagai kota kreatif di subsektor kuliner, lalu Malang berpotensi sebagai kota kreatif aplikasi dan pengembang permainan.
Sektor ekonomi kreatif, lanjutnya, menyumbang produk domestik bruto senilai Rp1.000 triliun pada 2017, meningkat menjadi Rp1.100 triliun di 2018. Tahun ini sendiri diperkirakan naik 9,6% dari tahun lalu menjadi Rp1.211 triliun.
"Karena itu, masing-masing daerah perlu adanya pendampingan guna mendorong industri kreatif. Kami juga memberikan kemudahan agar industri kreatif ini bisa berkembang dan kemudahan memasarkan ke luar," kata Hari, Senin (15/7/2019).
Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) Fauzan Zidni mengatakan rencana pembanguan kota kreatif merupakan insiatif bagus sebagai sebuah model pengembangan sebuah kawasan baru.
Selama ini, faktor pendorong percepatan pembangunan daerah didominasi industri manufaktur dan ekstraktif serta pembukaan kawasan ekonomi khusus, dengan didorong lewat ekonomi kreatif tentu berdampak pada ekonomi Indonesia.
"Kami berharap dengan adanya kota kreatif film beserta pendukungnya bisa membuat film asal Indonesia berjaya kembali dan bersaing dengan global," ucapnya.
Ketua Badan Perfilman Indonesia Chand Parwez Servia menambahkan selain pembangunan kota kreatif juga perlu penguatan dari hulu ke hilir mulai di bidang pendidikan hingga ekshibisi untuk mendukung pertumbuhan industi perfilman Indonesia.
"Ujung hilir distribusi dan eksibisi hulunya itu adalah edukasi, yang di tengahnya itu adalah filmpreneur (pengusaha film) dan usaha di bidang perfilman," tuturnya.
Di Indonesia saat ini memang sudah ada sekolah khusus perfilman secara formal dan juga pendidikan nonformal. Namun, saat ini terkendala pelatih atau pengajar di pendidikan perfilman.
"Selama ini banyak yang jadi pelaku industri bukan mendidiknya. Ini perlu dipikirkan bersama dengan pemerintah dan pelaku usaha," ujar Chand.
Ketua Umum Asosiasi Game Indonesia Cipto Adiguno berpendapat pihaknya menyambut baik adanya inisiatif pembangunan kota kreatif.
"Gim tidak hanya dipakai untuk hiburan tetai juga membantu usaha dan bisnis melalui gamifikasi. Mungkin bisa lebih banyak usaha kreatif yang terbantu bila tahu bahwa gim bisa digunakan seperti itu," tuturnya.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasaboga Indonesia Irwan Iden Gobel menuturkan dengan adanya kota kreatif di subsektor kuliner ini akan menjadi lebih mudah dipromosikan ditambah lagi adanya pendidikan kuliner di kota itu.
Dia meyakini dengan adanya kota kreatif ini akan membuat kuliner Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan dapat bersaing dengan kancah global. Setiap daerah memiliki makanan dan minuman dengan cita rasa yang khas dan varian yang berbeda.
"Kekhasan kuliner Indonesia itu menjadi salah satu daya tarik yang besar. Kami memiliki kewajiban untuk melestarikan kuliner Indonesia sebagai salah satu potensi kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia," ucapnya.
Sementara itu, Peneliti Senior Centre of Strategic and International Studies (CSIS) Mari Elka Pangestu menilai untuk pembangunan kota kreatif yang penting berkembang bukan lokasi fisik tetapi keberadaan ekosistemnya.
Ekosistem itu terdiri dari keberadaan lembaga pendidikan formal dan informal, industri/jasa-jasa pendukung yg diperlukan, akses ke sumber daya yg diperlukan, SDM dan talenta, teknologi termasuk konektivitas digital/internet, pembiayaan, akses pasar dan kebijakan pemerintah yang kondusif baik pemerintah daerah maupun pusat.
"Sebaiknya dimulai dimana sudah ada ekosistem dan cluster dari industri kreatifnya. Yang penting bukan fisik lokasi tetapi keberadaan ekosistemnya," katanya.
Dia meyakini dengan adanya kota kreatif ini akan mampu meningkatkan kontribusi industri kreatif pada perekonomian Indonesia apabila dibangun dengan keberadaan ekosistem yang mundukung.
"Kalau Hanya lokasi fisik yang dinamakan kota kreatif dan berharap berkembang cepat, sulit. Walaupun dibangun tempat dan diberikan gratis," tutur Mari.