Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah didesak untuk mengoptimalkan potensi penerimaan remitansi dari pekerja migran Indonesia di wilsyaah Asia Timur.
Tahun ini, pemerintah mengirimkan 333 pekerja migran Indonesia (PMI) ke Jepang. Adapun, jumlah tenaga kerja yang telah dikirimkan ke Jepang dalam program pengasuh dan perawat sejak 2008 hingga 2018 mencapai 2.445 orang, yang terdiri dari 1.792 orang pengasuh dan 653 orang perawat.
Lalu, jumlah pengiriman PMI ke Korea Selatan sepanjang Januari—Mei 2019 mencapai 2.222 orang. Adapun, penempatan PMI ke Korsel sepanjang 2018 mencapai 6.921 orang, naik hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebanyak 3.719 orang.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mercyta Jorsvinna Glorya mengatakan pada kuartal I/2019, total penerimaan remitansi dari pekerja migran Indonesia mencapai US$2,76 miliar atau meningkat 3,3% US$2,67miliar.
"Tren dari tahun ke tahun ada peningkatan meski enggak signifikan," ujarnya kepada Bisnis.com, belum lama ini.
Menurutnya, penerminaan remitansi dari PMI di wilayah Asia Timur masih sangat potensial untuk terus ditingkatkan. Pada kuartal I/2019, perolehan remitansi dari PMI dai Asia Timur mencapai US$800 juta, turun dari periode yang sama tahun lalu senilai US$2,89miliar.
Remitansi pekerja migran dari Asia ini merupakan terbesar yang ketiga setelah Timur Tengah dan Asean. Untuk itu, dia meyakini perolehan remitansi di wilayah Asia Timur bisa menjadi penyumbang pertama mengingat banyak kerja sama yang dilakukan antarpemerintah terkait dengan pengiriman tenaga kerja.
Berdasarkan data Bank Indonesia, pada kuartal I/2019, jumlah PMI di wilayah Asia Timur mencapai 800.000 orang, di Asean sebanyak 895.000 pekerja, dan di Timur Tengah mencapai 1,05 juta.
Sepanjang tahun lalu, jumlah pekerja migran di wilayah Asia Timur mencapai 539.000 pekerja, lalu di wilayah Asean mencapai 2,03 juta pekerja dan Timur tengah mencapai 1,07 juta.
"Kalau dari sisi pekerja di wilayah Asean juga lebih banyak dibandingkan dari Timur Tengah, tetapi penerimaannya remitansinya malah lebih tinggi Timur Tengah," katanya.
Kendati demikian, angka kekerasan dan pelecehan juga paling tinggi di Arab Saudi. Oleh karena itu, untuk menjaga pemasukan remitansi diperlukan pengawasan ekstra agar menjamin hak perlindungan untuk pekerja migran
Mercyta mengusulkan yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan remitansi dengan tidak membuat aturan yang berlapis-lapis dan panjang.
"Jangan membuat seseorang harus mengeluarkan biaya berjuta-juta hanya untuk mengurus syarat administrasi legal. Bikin jalur dan system yang mudah, agar keinginan orang untuk mengurus cepat, mudah, dan murah dengan agen liar berkurang," tuturnya.
Selain itu, meningkatkan keterampilan dan kerja sama hukum yang baik dengan negara tujuan atau penempatan. Lalu, pekerja migran juga diberikan literasi tentang pengiriman uang yang aman melalui bank di negara penempatan masing-masing.
"Buat orang percaya kalau hak mereka dijamin dan dilindungi seutuhnya dengan pemerintah," ucap Mercyta.
Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah berpendapat pemerintah harus mengoptimalkan remitansi di wilayah Asean seperti Malaysia karena jumlah pekerja migran yang banyak dan di Asia.