Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia meminta draf akhir kerja sama Indonesia-Azerbaijan di bidang ketenagakerjaan yang sudah dibahas 2 tahun terakhir agar bisa segera diselesaikan.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan area kerja sama yang dituangkan di dalam draf Memorandum of Understanding (MoU) tersebut antara lain penguatan sistem jaminan sosial, peningkatan kualitas Balai Latihan Kerja (BLK), pengembangan skill bagi angkatan kerja muda, dan penguatan kelembagaan hubungan industrial melalui dialog sosial, serta pengembangan kebijakan pasar kerja, dan peningkatan perlindungan pekerja migran.
"Tujuan dari MoU ini adalah untuk mengembangkan kerja sama antara kedua pihak dibidang ketenagakerjaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Saya harap MoU segera diselesaikan," ujarnya dalam siaran pers, Jumat (21/6).
Seperti diketahui, Azerbaijan merupakan salah satu negara yang sedang gencar menerapkan penggunaan teknologi informasi yang masif dan terpadu dalam pelayanan dan perlindungan tenaga kerja.
Kemenaker juga mendukung pendirian Pusat Studi Ketenagakerjaan/labour center khusus negara-negara kerja sama Islam yang tergabung dalan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)/Organisation of Islamic Cooperation (OIC) yang akan berkedudukan di Baku.
Hal itu diungkapkan saat melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Tenaga Kerja dan Perlindungan Sosial Republik Azerbaijan Mr. Sahil Babayev. Pihaknya meminta dukungan Indonesia atas proposal Azerbaijan untuk pendirian pusat studi itu.
Baca Juga
"Secara prinsip, Indonesia mendukung dibentuknya pusat studi ketenagakerjaan. Namun demikian, terkait pendanaannya Indonesia belum memberikan keputusan karena harus dibahas bersama," ucapnya.
Indonesia berharap Pusat Studi Ketenagakerjaan OKI dapat berperan sebagai pusat data dan pusat studi kebijakan, yang mencakup isu-isu ketenagakerjaan seperti data angkatan kerja OKI, kondisi kerja, sistem pengupahan, penyelesaian sengketa, produktivitas tenaga kerja, dll, dengan mempertimbangkan pengaruh serta nilai-nilai islam dalam implementasinya.
Lebih jauh, Indonesia menyarankan dalam partisipasi negara-negara anggota OKI dalam pusat studi tersebut agar bersifat sukarela, bukan mandatory.
"Pusat studi ketenagakerjaan itu juga diharapkan jadi pusat data dan studi kebijakan yang kuat di bidang ketenagakerjaan untuk kepentingan semua negara anggota OKI," tutur Hanif.