Bisnis.com, JAKARTA - Kebanggan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas alih kelola wilayah kerja strategis Blok Mahakam, sepertinya tergerus setelah kinerja produksi dari blok migas tersebut kian terpuruk.
Data Satuan Pelaksana Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan realisasi salur gas sebesar 667 barrel oil equivalen per day (boedp) pada Januari - April 2019 atau hanya mencapai 61% atas target APBN 2019 sebesar 1.110 boepd.
Hasil Pertamina Hulu Mahakam pun masih jauh dari rata-rata produksi siap jual nasional sebesar 84%.
SKK Migas menyebut merosotnya kinerja PHM disebabkan oleh tingkat penurunan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan akhir tahun lalu. Ditambah lagi dengan belum beroperasinya beberapa sumur yang sudah dibor.
Begitu juga hasil lifting minyaknya, tercatat hanya memenuhi target APBN 2019 sebesar 85% pada posisi April 2019. Dari target lifting minyak sebanyak 50.400 barrel oil per day (bopd) pencapaian Januari - April sebesar 42.717 bopd.
Tahun lalu, realisasi lifting gas bumi dari Pertamina Hulu Mahakam tercatat 149.000 barrel oil equivalen per day (boepd), atau merosot jauh dibandingkan 2017 sebesar 230.000 boepd.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan ada kendala dalam proses untuk investasi di induk usaha migas nasional tersebut. "Jadi ini yang kami harapkan, sudah juga bertemu dengan Pertamina untuk berkoordinasi. Kita harap Pertamina dapat mempercepat investasi 2019, sehingga [kinerja] bisa kembali," katanya, Rabu (7/5/2019).
Dwi pun menggarisbawahi kinerja Pertamina di Blok Mahakam, terutama soal target 118 pengeboran yang baru selesai sekitar 30 sumur. Dari 30 sumur itu pun, menurutnya, baru 20 yang mengalirkan migas. Melihat sisa waktu tahun ini, Pertamina harus kerja keras dengan mengejar sisa pengeboran sumur agar target tercapai.
Sebenarnya permasalahan di Blok Mahakam, lanjut Dwi, juga terjadi di blok migas lain yang dikelola Pertamina. "Manajemen Pertamina sudah sampaikan akan speed up untuk investasi dan kegiatan sehingga bisa segera kembali," tambahnya.
Terpisah, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi Meidawati mengatakan penurunan produksi yang cukup tinggi terjadi dalam kisaran 20% - 30%, yang memengaruhi kinerja.
Belum lagi persoalan pengeboran pengembangan yang masih tahap pelaksanaan, adan juga ada beberapa yang belum terlaksana akibat permasalahan rig ataupun perizinan amdal.
“Kami berupaya tetap mencapai target APBN dengan menambah kegiatan perbaikan sumur migas dan kerja ulang sumur,” katanya saat dihubungi Bisnis.
Sebelumnya, Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu mengatakan hasil kinerja kuartal I/2019 ada yang di bawah target dan ada pula yang di atas target.
"Tantangan kami di gas bumi, kebanyakan karena ada masalah di offtake bukan di well-nya. Ada perbaikan di sana-sini, yang membuat kami tidak bisa jualan, tapi itu normal kan," tuturnya.
Dharmawan tidak mepaparkan capaian produksi migas sepanjang triwulan pertama tahun ini, begitu pula dengan total pemboran sumurnya. Menghadapi situasi ini, pihaknya tetap fokus untuk memenuhi target produksi siap jual (lifting) migas sesuai APBN 2019.
Dharmawan mengatakan ada keinginan ada sentuhan teknologi baru dalam operasional Blok Mahakam, tetapi paling cepat dapat dilakukan pada 2020. Saat ini, pendekatan teknologi baru tersebut masih dalam taraf studi yang lebih dalam terkait konsep dan pendekatannya.
"Tahun ini masih tradisional, tapi efektif dan efisien. Biaya sudah turun, jumlah hari yang dipakai untuk pengeboran sudah turun," katanya.