Bisnis.com, JAKARTA — Produksi alat berat sepanjang kuartal I/2019 mencapai 1.733 unit. Walaupun mengalami pertumbuhan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, angka ini tidak terlalu menggembirakan pengusaha.
Jamaludin, Ketua Umum Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi), mengatakan peningkatan penjualan selama 3 bulan pertama tahun ini disumbang oleh sisa produksi pada tahun lalu. Hal ini disebabkan pada kuartal akhir 2018 permintaan mulai turun.
“Kami kan punya stok komponen dan baru terealisasi kuartal I tahun ini,” katanya kepada Bisnis, Rabu (24/4/2019).
Pada kuatal I/2018, produksi alat berat tercatat sebesar 1.684 unit atau naik 46% secara tahunan.
Permintaan alat berat sepanjang kuartal I/2019 didominasi oleh hydraulic excavator dan berasal dari sektor konstruksi, kehutanan, dan perkebunan. Adapun, permintaan dari sektor pertambangan, yang merupakan penyerap utama alat berat, hingga kini belum kembali menguat.
Jamaludin menyatakan kendati harga batu bara dunia telah membaik saat ini, tetapi permintaan batu bara berkalori rendah atau low rank masih lemah. Sebanyak 70%--80% penambang batu bara di Indonesia menghasilkan batu bara kalori rendah.
“Sektor pertambangan ini menjadi faktor dominan yang memengaruhi industri alat berat dalam negeri,” jelasnya.
Kapasitas industri alat berat dalam negeri sebesar 10.000 unit per tahun. Jamaludin menyebutkan produksi tahun lalu sekitar 8.000 unit, di luar towing tractor.