Bisnis.com, JAKARTA — Produksi alat berat pada tahun ini diperkirakan hanya mencapai 7.000 unit atau turun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 8.000 unit. Masih lesunya sektor pertambangan dan momen pemilu diklaim turut memengaruhi produksi.
Jamaludin, Ketua Umum Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi), mengatakan permintaan dari sektor pertambangan, yang menjadi penyerap utama produk alat berat dalam negeri, belum menguat walaupun harga batu bara dunia membaik.
Hal ini disebabkan permintaan untuk batu bara kategori rendah kalori atau low rank masih lemah, sedangkan 70%--80% penambang di Indonesia menghasilkan batu bara jenis ini.
“Kami juga kemarin memprediksi pilpres membuat orang-orang menunggu untuk ekspansi usaha, tetapi yang paling berpengaruh itu sektor pertambangan,” ujarnya, Rabu (24/4/2019).
Dia menyebutkan penurunan permintaan telah terasa sejak Oktober—November pada tahun lalu. Produksi sepanjang kuartal I/2019 meningkat sebesar 2,90% y-o-y, tetapi disumbang oleh stok komponen tahun lalu.
Dengan permintaan yang masih lesu, Jamaludin menyatakan barang impor yang masuk pun juga tidak besar dan tidak menganggu pabrikan dalam negeri. Biasanya, produk impor menyumbang 40% dari permintaan alat berat di sektor pertambangan.
Hal tersebut disebabkan karena industri dalam negeri belum mampu memproduksi giant truck dengan kapasitas 1.500 ton. Selain itu, faktor kesiapan pabrikan juga menyebabkan konsumen memilih produk impor.