Bisnis.com, JAKARTA - Permasalahan administrasi di wilayah perbatasan Jabodetabek dinilai tidak akan menjadi penghambat pembangunan transportasi umum massal yang mumpuni, ketika pemerintah berhasil membentuk otoritas baru yang mengelola transportasi massal di wilayah metropolitan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) /Kepala Bappenas Bambang P.S Brodjonegoro menuturkan, selama ini keterbatasan administratif membuat pembangunan transportasi massal di wilayah Jabodetabek tidak maksimal.
Dia mencontohkan, stasiun akhir MRT yang dibangun di Lebak Bulus bukan dibangun terus sampai ke Cileduk menjadi gambaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak dapat mengintervensi dan melakukan pembangunan infrastruktur di wilayah lain. Dengan demikian, sesuai arahan Presiden, pihaknya akan membentuk otoritas baru yang mengelola transportasi di wilayah metropolitan.
"Solusinya semcam otoritas, bukan sama dengan otoritas Batam dan semacamnya. Ini otoritas ini satu jenis public service yang mencakup wilayah metropolitan jadi seluruh pemerintah kota terlibat, semuanya terlibat baik finansial maupun pengambilan keputusan, tapi pengambil keputusan akhir ada di otoritas itu dan pemerintah pusat juga," katanya, di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Dengan demikian, pembangunan infrastruktur transportasi massal tidak lagi bergantung pada keinginan masing-masing daerah. "Seluruh aktivitas tersebut dikombinasikan, justru harus dari awal dipikirkan ini rutenya mau dari mana ke mana, pembangunannya bagaimana," imbuhnya.
Otoritas ini katanya, tidak akan mematikan fungsi dari Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), melainkan memperkuat keberadaannya.
"Ini BPTJ yang diperkuat, kalau nanti bagaimana kan itu masalah organisasi, tapi ini adalah BPTJ yang diperkuat dan punya otoritas. Pilotnya adalah public transport," terangnya.
Dia menyebutkan, rancangan otoritas tersebut tengah dalam proses dan akan menjadikan wilayah metropolitan Jakarta atau Jabodetabek sebagai proyek percontohan untuk dapat diteruskan di wilayah lainnya.
"Nah kita akan menjadikan DKI sebagai pilot case study pertama, pembentukan otoritas untuk public transport khusunya BRT [bus rapid transit], LRT [light rapid transit], dan MRT [mass rapid transit]. Mudah-mudahan tahun ini ada sesuatulah," ungkapnya.
Dalam keterangan yang diterima Bisnis, otoritas tersebut akan mencontoh otoritas sejenis yang ada di New York, AS yakni badan usaha Metropolitan Transportation Authority (MTA). Otoritas tersebut memiliki dewan yang terdiri atas pemerintah pusat yang diwakili BPTJ, pemerintah daerah Bodetabek serta Pemprov DKI sebagai Kepala Dewan tersebut.
Dewan tersebut menjalankan sebuah BUMN Jabodetabek Transportation Authority yang mengoperasikan transportasi massal berbasis rel, bus, dan angkutan pengumpan termasuk MRT dan LRT. Melalui aktivitas operasi tersebut didapatkan penghasilan yang digunakan untuk kebutuhan BUMN tersebut.
Sementara itu, pendanaan yang dilakukan bersifat berbagi atau patungan dari pemerintah pusat, Pemprov DKI serta Pemkot Bodetabek.