Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Petambang Rakyat Indonesia (APRI) menilai bahwa penggunaan sianida sebagai pengganti merkuri kurang relevan.
Gatot Sugiharto, Ketua Umum APRI menyampaikan pihaknya sangat mendukung jika penggunaan merkuri untuk kegiatan penambang emas dikurangi atau dihilangkan. Akan tetapi, penggunaan sianida sebagai penggantinya dinilai Gatot juga berbahaya.
“Sebenarnya [penggunaan] sianida [untuk menggantikan merkuri] kami tidak setuju, itu sudah ketinggalan zaman, karena sianida itu sangat beracun, masih ingat kasus kopi sianida kan? Kami ada alternatif penggunaan bahan lain, kami beri nama WS212 atau Wiro Sableng,” ujarnya kepada Bisnis.
WS212 merupakan reagan pengganti sianida yang sudah food grade. Gatot mengatakan dengan menggunakan WS212 masa ekstraksi emas yang dibutuhkan adalah 2,5 hari dan menghasilkan emas mencapai 98%.
Selain itu, harga pasaran WS212 juga dirasa jauh lebih murah dibandingkan harga pasaran sianida di kalangan petambang.
“Harga pasaran sianida di [kalangan] penambang itu harganya sekitar Rp80.000 - Rp100.000 per kilogram, merkuri sekitar Rp1 juta - Rp1,5 juta per kilogram, kalau WS212 itu sekitar Rp60.000 - Rp80.000 per kilogram,” lanjutnya.
Oleh karena itu, pihaknya juga akan menyarankan kepada pemerintah untuk membandingkan efektivitas penggunaan bahan kimia baik dari segi produktivitas maupun pengolahan limbahnya dari aktivitas penambangan emas dengan menggunakan merkuri, sianida dan WS212.
“Nanti dihitung berapa biaya dan limbahnya seperti apa,” tandasnya.
Adapun, sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan merkuri pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) atau Artisanal and Small-scale Gold Mining (ASGM), Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dan Global Environment Facility (GEF) bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) meluncurkan proyek Global Opportunities for Long-term Development – Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s Artisanal and Small-scale Gold Mining (Gold-Ismia).
Gold-Ismia yang akan berjalan selama 5 tahun ini (periode 2019-2024) juga merupakan bagian dari program Global Environment Facility – Global Opportunities for the Long-term Development in the ASGM Sector (Gef-Gold) yang dilaksanakan di delapan negara secara bersamaan yakni Indonesia, Burkina Faso, Colombia, Guyana, Kenya, Mongolia, Peru dan Filipina.
Dadan Moh. Nurjaman, Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral BPPT menggarisbawahi bahwa pelarangan penggunaan merkuri pada aktivitas produksi tambang emas atau tambang rakyat tidak berarti bahwa kegiatan penambangan tersebut dilarang untuk dilakukan.
Akan tetapi, dalam proyek Gold-ISMIA, BPPT memperkenalkan teknologi pengelolaan emas non merkuri berbasis karakteristik biji emas lokal.
“Sebenarnya dengan penggunaan merkuri efisiensi produksi emasnya itu kecil hanya dibawah 50%, katakan dari 10 gram emas yang ada di tanah itu hanya bisa diambil sekitar 5 gram tetapi kelebihan dari [penggunaan] merkuri masyarakat dapat mengolah atau mendapatkan emas, tetapi bahayanya adalah [kandungan] merkuri itu persisten, tidak bisa dihilangkan, makin terdegradasi secara biologi semakin berbahaya,” jelasnya.
Alternatif untuk ekstraksi emas yang dilakukan BPPT sejak tahun 2014 menemukan bahwa ada dua cara untuk mengekstrak emas.
“Secara garis besar tipe [endapan emas] ada dua yakni tipe primer dan tipe sekunder,” paparnya.
Tipe emas sekunder itu adalah emas yang biasanya terlihat di sungai-sungai atau di dataran rendah. Partikel emas sekunder relatif kasar.
“Karena partikelnya relatif kasar, kita mengintroduksi dengan metode gravitasi, dan nanti langsung mendapat konsentrat emas sehingga emasnya bisa langsung diambil tanpa menggunakan bahan kimia,” lanjutnya.
Kemudian untuk tipe emas primer biasanya ditemukan di bukit-bukit dan pegunungan biasanya sudah bercampur dengan mineral lainnya dan tipe emas ini merupakan tipe emas yang dicari oleh para petambang rakyat.
“[Tipe emas primer] sangat sulit diolah secara gravitasi, itu harus menggunakan bahan kimia,” kata Dadan.
Dadan melanjutkan bahan kimia pengganti merkuri yang dapat digunakan oleh petambang rakyat yang mudah diperoleh dan dapat dikelola untuk emas tipe primer adalah sianida.
“Sianida itu mudah didestruksi, kami di BPPT sudah menemukan teknologi untuk mendestruksi limbah sianida dalam waktu empat jam dari 200 ppm sisa pengolahan menjadi di bawah 5 ppm bahkan mendekati 1 ppm,” jelasnya.
Akan tetapi, baku mutu yang ditargetkan oleh BPPT adalah 0,5 ppm. Oleh karena itu, limbah sisa pengolahan emas menggunakan sianida setelah didestruksi cepat akan ditampung di dalam bak penampungan sampai menjadi 0,5 ppm baru akan dilepas ke lingkungan